Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenag : Omnibus Law Tidak Hilangkan Kewajiban Sertifikasi Halal

Kementerian Agama (Kemenag) angkat bicara terkait rencana penghapusan sejumlah pasal dalam Undang-Undang (UU) No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) yang tercantum dalam draf Rancangan Undang–Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
/Bisnis-Rachman
/Bisnis-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) angkat bicara terkait rencana penghapusan sejumlah pasal dalam Undang-Undang (UU) No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) yang tercantum dalam draf Rancangan Undang–Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Berdasarkan draf yang diperoleh Bisnis.com pada Selasa (21/01/2020), tercantum dalam Pasal 552 bahwa empat pasal dalam UU No. 33/2014, yaitu Pasal 4, Pasal 29, Pasal 42, dan Pasal 44 akan dihapuskan bersama puluhan pasal dalam UU lainnya.

Adapun Pasal 4 mengatur kewajiban seluruh produk yang masuk dan beredar di Tanah Air

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Mastuki menampik adanya penghapusan Pasal 4 UU No. 33/2014 apabila RUU “Sapu Jagat” disahkan dan diberlakukan tahun ini. Dia mengungkapkan bakal ada penyesuaian beberapa pasal dalam UU tersebut, namun tidak dengan Pasal 4.

“Pasal 4 tentang kewajiban sertifikasi halal bagi produk tidak jadi pembahasan,” katanya di Jakarta, Rabu (21/01/2020).

Adapun, pasal yang bakal mengalami penyesuaian antara lain Pasal 1, Pasal 7, Pasal 10, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 22, Pasal 27-33, Pasal 42, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 58.

Lebih lanjut, Matsuki menjelaskan pihaknya terlibat langsung dalam pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja bersama sejumlah kementerian/lembaga terkait. Dalam serangkaian pembahasan yang telah dilakukan, RUU tersebut dalam konteks mandatori sertifikasi halal ditekankan pada empat hal.

Pertama, penyederhanaan proses sertifikasi halal. “RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini semangatnya pada percepatan waktu proses sertifikasi halal, baik di BPJPH, Majelis Ulama Indonesia (MUI), maupun Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Jadi harus ada kepastian waktu,” tuturnya.

Kedua, pembebasan biaya bagi usaha mikro dan kecil (UMK) saat akan mengurus sertifikasi halal. “Istilah yang muncul dalam pembahasan adalah di-nol rupiahkan. Di UU No. 33/2014 sebelumnya menggunakan istilah ‘fasilitasi bagi UMK’,” terangnya.

Ketiga, mengoptimalkan peran dan fungsi LPH, auditor halal, dan penyelia halal untuk mendukung pelaksanaan sertifikasi halal. Matsuki menyebut sejumlah persyaratan, prosedur, dan mekanisme sertifikasi halal akan disesuaikan kembali.

Keempat, sanksi administratif dan sanksi pidana. Dia menyebut penyesuaian itu akan dilakukan untuk mendorong pelaku usaha untuk melakukan sertifikasi halal. 

"Jadi, pendekatan yang dikedepankan adalah persuasif dan edukatif. Karena itu, dalam pembahasan kami menghindari sanksi pidana, hanya sanksi administratif,” tutupnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rezha Hadyan
Editor : Lucky Leonard
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper