Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memperkirakan draf regulasi mengenai perdagangan karbon bisa rampung pada Maret.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ruandha Agung Suhardiman mengatakan jika regulasi itu rampung, pemerintah akan segera menyosialisasikan mekanisme pasar karbon hingga persyaratan partisipan.
“[Regulasinya nanti] dalam bentuk Perpres [Peraturan Presiden],” katanya, Kamis (16/1/2020).
Setidaknya ada 3 tiga skema dalam perdagangan karbon nantinya, yakni cap and trade, result based payment (RBP), juga carbon offset. “Masing-masing [sektor] bisa bergerak di situ, misal energi pakai cap and trade kehutanan pakai RBP, misalnya,” tuturnya.
Kemudian, ada dua jenis karbon yang diperdagangkan, yakni karbon dari hutan dan karbon dari industri. Ruandha menyebut karbon dari industri jauh lebih tinggi nilainya karena ada investasi teknologi dan inovasi.
Dia menambahkan potensi karbon Indonesia yang bisa dijual ke pasar domestik dan internasional terbilang cukup besar. Dari lahan gambut saja, keuntungan yang bisa didapat negara sebesar Rp70 triliun.
“Kalau gambut kita dipelihara bagus, restorasi dengan bagus, itu bisa 5 kali lipat. Nilainya bisa Rp350 triliun,” ujarnya.