Bisnis.com, JAKARTA - Amerika Serikat dan China telah menandatangani kesepakatan perdagangan fase satu pada Rabu (15/1/2020), di Washington, sebuah perjanjian yang akan menurunkan beberapa tarif dan meningkatkan pembelian produk AS.
Kesepakatan ini dicapai dengan tujuan untuk meredakan perselisihan selama 18 bulan terakhir antara dua ekonomi terbesar dunia, tetapi pada fase awal ini kesepakatan tersebut masih meninggalkan sejumlah isu yang belum terselesaikan.
Beijing dan Washington menggembar-gemborkan perjanjian fase satu sebagai langkah maju pasca perundingan dagang yang kerap terhenti dan investor menyambut optimisme ini dengan baik.
Meski demikian, ada beberapa pihak yang meragukan bahwa hubungan perdagangan AS-China sekarang sudah membaik.
"Kesepakatan itu gagal untuk mengatasi masalah ekonomi struktural yang menyebabkan konflik perdagangan, tidak sepenuhnya menghilangkan tarif yang telah memperlambat ekonomi global, dan menetapkan target pembelian yang sulit dicapai," kata analis dan pemimpin industri, dikutip melalui Reuters, Kamis (16/1/2020).
Presiden AS Donald Trump menyebut perjanjian itu sebagai kemenangan bagi ekonomi AS dan kebijakan perdagangan pemerintahannya, meskipun mengaku perlu dilakukan negosiasi lebih lanjut dengan China untuk menyelesaikan sejumlah masalah lain,
Inti dari kesepakatan itu adalah janji China untuk membeli setidaknya US$200 miliar tambahan produk agrikultur AS serta barang dan jasa lainnya selama 2 tahun, di atas garis dasar US$186 miliar dalam pembelian pada 2017.
Komitmen dagang ini termasuk pembelian tambahan untuk energi sebesar US$54 miliar, pembelian manufaktur sebesar US$78 miliar, produk pertanian sebesar US$32 miliar, dan US$38 miliar untuk pembelian jasa, menurut dokumen kesepakatan yang dirilis oleh Gedung Putih.
Wakil Perdana Menteri China Liu He mengatakan perusahaan-perusahaan China akan membeli US$40 miliar dalam produk agrikultur A.S. setiap tahun selama 2 tahun ke depan berdasarkan kondisi pasar.
Sebelumnya, Beijing telah menolak keras untuk berkomitmen membeli sejumlah produk agrikultur AS dan telah menandatangani kontrak pembelian kedelai baru dengan Brasil sejak perang dagang dimulai.
Kedelai berjangka, yang diperdagangkan 0,4% lebih rendah sepanjan acara penandatanganan berlangsung, merosot lebih jauh setelah pernyataan Liu, tanda bahwa petani dan pedagang ragu tentang komitmen pembelian China.
"Kesepakatan itu tidak mengakhiri tarif balasan atas ekspor pertanian Amerika, membuat petani semakin bergantung pada pembelian yang dikontrol negara China, dan tidak membahas perubahan struktural besar," kata Michelle Erickson-Jones, seorang petani gandum dan juru bicara Farmers for Free Trade, dalam sebuah pernyataan.
Trump dan penasihat ekonominya telah berjanji untuk meluruskan praktik lama Beijing dalam menopang perusahaan milik negara dan membanjiri pasar internasional dengan barang-barang berharga bernilai murah ketika perang perdagangan memanas.
Meskipun kesepakatan itu mendukung industri pertanian, para pembuat mobil, dan produsen alat berat AS, beberapa analis mempertanyakan kemampuan China untuk mengalihkan impor dari mitra dagang lainnya ke Amerika Serikat.