Bisnis.com, JAKARTA— Lima destinasi super prioritas yaitu Borobudur, Danau Toba, Labuan Bajo, Likupang dan Mandalika mulai dipromosikan per 1 Januari 2020 meskipun baru infrastruktur dasar yang sudah diselesaikan.
Asisten Deputi Investasi Pariwisata Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Hengky Manurung menuturkan untuk pengembangan dari lima destinasi super prioritas tersebut, pemerintah sudah menyiapkan anggaran lebih dari Rp10 triliun.
Terdiri dari Kementerian PUPR senilai Rp8,8 triliun, Kementerian Perhubungan senilai Rp2,95 triliun dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif senilai Rp5,27 triliun.
“Sudah pasti kami kejar yang namanya penyelesaian infrastruktur 2020 khususnya untuk 5 destinasi super prioritas itu. Itu janji Presiden dan ke semua kementerian lembaga. Jadi hampir Rp11 triliun khusus untuk membangun infrastruktur dan tidak hanya jalan saja, kami juga harus berpikir perlu ada rumah sakit,” kata Hengky.
Selain itu, imbuhnya, di destinasi tersebut perlu juga ada dukungan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait program vokasi untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM) di lima destinasi tersebut. Apalagi, kualitas SDM merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan sektor pariwisata dalam negeri.
Hengky mengatakan pihaknya juga menyiapkan sejumlah produk wisata di destinasi tersebut agar wisatawan yang datang khususnya wisatawan asing bisa tinggal lebih lama di Indonesia.
“Contoh produknya, seperti di Toba misalnya, turis asing bisa melihat cara bagaimana membuat ulos, atau bisa adventure berwisata di Toba, sehingga hal-hal itu yang bisa membuat mereka lebih lama lagi untuk tinggal.”
Di sisi lain, tak hanya mengandalkan anggaran dari kementerian dan lembaga, Hengky juga mengatakan bahwa perlu ada investasi untuk pengembangan destinasi-destinasi tersebut. Sebab, kebutuhan investasi bidang pariwisata sampai 2024 diperkirakan mencapai 120.000 kamar hotel, 15.000 restoran, 100 taman rekreasi, 100 operator diving, 100 marina, 100 KEK dan amenitas pariwisata lainnya.
Data Kemenparekraf mencatat, total investasi asing (PMA) untuk lima destinasi super prioritas sepanjang Januari – Juni 2019 mencapai US$51,62 juta dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) pada periode yang sama senilai US$143,94 juta.
Adanya pengembangan itu, Hengky mengatakan, kementeriannya menargetkan jumlah kunjungan wisman sebanyak 17 juta orang sepanjang 2020, sedikit lebih tinggi dibandingkan 2019 yang diprediksi akan mencapai 16,4 juta orang.
“Saya pribadi bilang mungkin 17 juta orang wisman dulu. Jadi kami bilang moderat saja dari pada bilang targetnya 20 juta wisman. Kami bicara 17 juta orang karena 2019 mungkin hanya bisa tercapai sekitar 16,4 juta orang wisman,” kata Hengky.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Didien Junaedy menuturkan selain infrastruktur yang harus dikebut, agar promosi pariwisata berjalan baik perlu juga ada sinkronisasi antar pemerintah daerah setempat.
Menurutnya, selama ini masih ada egosektoral antar pemda setempat sehingga hal itulah yang menjadi kendala pengembangan destinasi pariwisata.
“Katakanlah seperti di Danau Toba itu kan ada 8 kabupaten, nah itu pemerintah daerah setempatnya tidak sinkron,” kata Didien.
Dalam hal ini, dia mengatakan mski presiden menyatakan bahwa destinasi super prioritas itu sudah bisa dipromosikan, namun sebagai pelaku industri pihaknya masih hati-hati mengingat baru infrastruktur dasar saja yang sudah rampung.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Promosi dan Pemasaran PHRI Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Budi Tirtawisata menuturkan kualitas SDM menjadi faktor penting yang bisa memberikan nilai tambah sektor pariwisata.
Selama ini, jika dibandingkan dengan negara lain di ASEAN misalnya, Indonesia masih cukup tertinggal dari sisi sumber daya manusia.
“Ini juga dilihat dari kesiapan destinasi industrinya, kapasitas SDM, dan daya dukung lingkungan. Kita berkompetisi dengan negara lain, SDM sangat penting memberikan nilai tambah.”
Terkait kualitas wisatawan yang datang ke Indonesia, Budi mengatakan sebetulnya business traveller atau MICE memiliki kualitas lebih tinggi dibandingkan leasure traveller. Hal ini bisa dilihat dari pengeluaran MICE yang mencapai 3-5 kali lebih banyak dibandingkan leasure traveller.
Wisman MICE dianggap mendulang devisa lebih banyak ketimbang wisatawan yang datang untuk kepentingan leisure.
“Kontribusi belanja dari MICE 25 persen, tapi presentasi jumlah turis asing kurang dari 5%.”
Berdasarkan spending atau rata-rata pengeluaran harian, turis asing MICE umumnya menghabiskan duit sebesar US$400-450 per hari. Angka itu setara dengan Rp5,6 sampai Rp6,3 juta/hari. Uang ini dipakai untuk biaya akomodasi, kuliner, hingga membeli oleh-oleh.
Bila diakumulasikan dengan lama waktu tinggal, umumnya turis asing untuk kategori MICE menginap di Indonesia rata-rata 5 hari 4 malam. Maka, mereka akan menghabiskan setara dengan Rp28 juta selama di Indonesia.