Bisnis.com, JAKARTA — Pemantauan kondisi jembatan mutlak diperlukan sebagai langkah preventif terjadinya kecelakaan akibat kondisi struktur jembatan yang rusak karena pemantauan yang kurang optimal.
Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terus berupaya memutakhirkan sistem pemantauan kondisi jembatan dengan mengaplikasikan structural health monitoring system (SHMS) dengan menggandeng Korea Infrastructure Safety Corporation (Kistec) dari Korea Selatan.
Direktur Jembatan Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Iwan Zarkasi mengatakan bahwa penerapan SHMS menjadikan proses pemantauan jembatan menjadi lebih efektif dan efisien.
"Alangkah sulitnya kalau tidak ada SHMS [dalam memantau kondisi jembatan]. Dengan bantuan SHMS, kita bisa lakukan secara real time. Selain itu, keuntungan lainnya, kita bisa lakukan verifikasi pada saat perencanaan, pelaksanaan, hingga pemanfaatan [data hasil pematauan] supaya jembatan tetap eksis," ujarnya pada acara Workshop SHMS, Rabu (15/1/2020).
Salah satu instrumen penting dalam SHMS yang akan diterapkan pada jembatan di Indonesia adalah beragam alat sensor yang akan memberi data waktu nyata di antaranya terkait dengan getaran, suhu, kelembaban, gempa, regangan, kemiringan, dan lendutan.
Selain itu, Iwan menilai bahwa harus dilakukan alih pengetahuan dari ahli jembatan Korea Selatan terkait dengan implementasi SHMS kepada sumber daya manusia Balai Pelaksanaan Jalan Nasional, terutama mereka yang mengurusi jembatan.
Baca Juga
Untuk itu, Kementerian PUPR bersama Kistec pun menyelenggarakan Workshop SHMS yang membahas detail penerapan SHMS pada jembatan panjang dan jembatan khusus di Indonesia.
"Workshop ini merupakan kelanjutan dari seminar-seminar sebelumnya seperti pelatihan bagaimana monitoring dan inspeksi jembatan khusus. Kali ini kami akan membahas bagaimana mengintegrasikan SHMS ini," kata Iwan.
Menurutnya, sistem pemantauan kondisi jembatan di Korea Selatan sudah jauh lebih mutakhir sehingga tepat jika Indonesia menimba ilmu darinya dan mengadopsi teknologinya yang kemudian disesuaikan dengan kondisi jembatan di Indonesia.
Untuk saat ini, SHMS baru akan diterapkan di jembatan panjang dan khusus yang memiliki bentang utama lebih dari 100 meter, memiliki struktur melengkung, atau menggunakan kabel dan memiliki panjang 3 kilometer.