Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu melakukan persiapan dan perencanaan matang sebelum memobilisasi nelayan pantai utara (pantura) Jawa ke perairan Natuna. Hal ini lantaran ada penolakan dari nelayan asli kepulauan paling utara di selat Karimata itu
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh. Abdi Suhufan mengatakan perencanaan matang harus dilakukan dalam hal pengawasan penangkapan ikan berdasarkan zonasi, kuota, dan alokasi izin. Diperlukan pula rencana transfer pengetahuan dan teknologi penangkapan ikan.
Menurutnya, peningkatan kapasitas nelayan lokal harus menjadi prioritas. "Nelayan Natuna masih sangat tradisional dalam menangkap ikan. Ini menjadi PR bagi pemerintah pusat agar lebih berhati-hati menambah kapal ikan ke Natuna," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (14/1/2020).
Terkait penambahan kapal, dengan karakteristik perairan kepulauan seperti Natuna dan Anambas, berpotensi terjadi pelanggaran zonasi tangkap oleh kapal besar. Oleh karena itu, Abdi menilai kekhawatiran nelayan Natuna menjadi beralasan.
"Kalau kapal besar terlalu banyak, nanti terjadi konflik zonasi tangkap. Di Anambas dalam beberapa tahun sudah terjadi dan nelayan disana akhirnya melakukan protes," sebutnya.
Dari data Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, saat ini katanya telah ada 816 kapal ukuran di atas 30 gross tonnage (GT) yang aktif izinnya atau beroperasional di WPP-711 yang wilayahnya termasuk Natuna. Jumlah tersebut terdiri atas 454 kapal dari Jakarta, 110 dari Kepulauan Riau, dan 35 kapal dari pantura.
"Artinya, kapal dari luar saat ini sudah berbaur dengan kapal lokal," kata Abdi.
Sejumlah nelayan Natuna belakangan menolak rencana pemerintah akan mengirim nelayan dari luar wilayah tersebut. Mereka mengaku tidak mampu bersaing dengan kapal-kapal nelayan yang akan dikirim nantinya
Selama ini, kapal yang digunakan nelayan Natuna berukuran 3-5 GT, sementara kapal nelayan pantura diprediksi mencapai 30-100 GT.
Mereka juga khawatir alat tangkap yang digunakan nelayan pantura nantinya tidak ramah lingkungan hingga akhirnya merusak ekosistem di perairan Natuna.