Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apa Saja Faktor yang Berpengaruh Terhadap Realisasi Belanja Negara 2020?

Kondisi global dan efisiensi anggaran belanja menjadi beberapa hal yang patut diperhatikan oleh pemerintah.
Menkeu Sri Mulyani (ketiga kiri) memberikan keterangan pers terkait laporan APBN 2019 di Jakarta, Selasa (7/1/2020). Menkeu menyatakan realisasi APBN 2019 masih terarah dan terkendali meskipun terjadi defisit sebesar Rp353 triliun atau sebesar 2,20 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). ANTARA -Akbar Nugroho Gumay
Menkeu Sri Mulyani (ketiga kiri) memberikan keterangan pers terkait laporan APBN 2019 di Jakarta, Selasa (7/1/2020). Menkeu menyatakan realisasi APBN 2019 masih terarah dan terkendali meskipun terjadi defisit sebesar Rp353 triliun atau sebesar 2,20 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). ANTARA -Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA — Peningkatan kinerja penerimaan dan dinamika global dinilai menjadi beberapa faktor yang akan memengaruhi serapan belanja negara pada 2020.

Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet juga menilai pemerintah perlu memperhatikan komposisi belanja dan menggenjot belanja modal yang memiliki dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Menurutnya, realisasi belanja 2019 menurun karena tidak lagi mendapat dampak windfall dari sejumlah asumsi makro yang lebih tinggi dari estimasi pemerintah pada tahun sebelumnya, seperti harga minyak dan nilai tukar mata uang.

“Hal ini tidak dirasakan pada 2019, sehingga pemerintah kesulitan mengoptimalisasi serapan belanja negara seperti pada 2018,” jelas Yusuf kepada Bisnis, Selasa (7/1/2020).

Dia mengatakan realisasi belanja negara pada tahun ini akan dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Salah satunya adalah penerimaan negara. Apabila kinerja penerimaan dapat meningkat pada 2020, serapan belanja negara juga akan ikut meningkat.

Selain itu, pemerintah juga perlu memperhatikan dinamika global yang terjadi pada 2020. Contohnya, realisasi subsidi amat bergantung pada harga minyak yang fluktuasinya bergantung pada kondisi global.

“Dengan eskalasi tensi antara Amerika Serikat dan Iran, tentu akan berdampak pada harga minyak dan secara langsung pada serapan belanja Indonesia,” sambung Yusuf.

Lebih lanjut, dia memandang ketiadaan tahun politik pada 2020 juga akan menambah dinamika kegiatan belanja negara. Tahun lalu, adanya agenda pemerintah seperti Pemilihan Umum (Pemilu) dinilai menjadi salah satu faktor penopang realisasi belanja yang menembus angka 90 persen.

Untuk menggenjot pembelanjaan negara, pemerintah disarankan meningkatkan efisiensi pembelanjaan. Jenis belanja yang dapat berdampak pada penerimaan, seperti belanja barang dan modal, wajib dipercepat penyaluran dan realisasinya.

“Contohnya, belanja modal jenis infrastruktur yang sulit terealisasi karena pembebasan lahan yang berlarut-larut. Hal seperti ini tidak boleh terjadi bila pemerintah ingin meningkatkan kinerja belanjanya,” imbuh Yusuf.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad menyampaikan kehadiran peristiwa politik pada 2019 hanya menggenjot jenis belanja sosial dan barang. Sementara itu, realisasi belanja modal cenderung terhambat karena masa transisi pemerintahan setelah Pemilu.

“Kita menunggu Presiden dan kabinet-kabinet yang akan dibentuk sehingga eksekusi belanja modal menjadi lambat dan bahkan tertunda hingga tahun ini. Padahal, jenis belanja ini yang efeknya besar bagi pertumbuhan,” ucapnya.

Tauhid menambahkan realisasi belanja pada 2020 amat bergantung pada komposisi belanja. Pemerintah perlu lebih mendorong jenis belanja modal agar efek terhadap pertumbuhan ekonomi dapat lebih terasa.

Hal senada diungkapkan Ekonom CSIS Indonesia Fajar B. Hirawan, yang menilai untuk menutupi ketiadaan penopang seperti peristiwa politik, pemerintah wajib meningkatkan belanja modal. Hal ini utamanya terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) serta bantuan sosial.

“Hingga saat ini, masih banyak PSN yang belum rampung atau bahkan baru dimulai,” katanya.

Jenis pembelanjaan lain yang juga perlu digenjot adalah bantuan sosial. Peningkatan belanja modal makin penting dilakukan pada 2020  karena mulai tahun ini, sejumlah tarif akan meningkat, seperti iuran BPJS Kesehatan, tarif tol, tarif dasar listrik, dan lainnya.

“Anggaran ini [bantuan sosial] harus diberdayakan sebagai buffer dari dampak yang mungkin terjadi akibat peningkatan sejumlah harga,” jelas Fajar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper