Bisnis.com, JAKARTA–Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Arif Baharudin mengatakan pemerintah akan segera mengirimkan instrumen ratifikasi kepada OECD agar Multilateral Instrument (MLI) dapat diberlakukan.
MLI akan berlaku efektif terhitung 3 bulan sejak instrumen ratifikasi tersebut diserahkan kepada OECD.
"Secara paralel akan dilakukan sosialisasi kepada wajib pajak asosiasi, dan petugas pajak terkait aturan turunan UU PPh," ujar Arif, Senin (30/12/2019).
Adapun yang dimaksud sebagai instrumen ratifikasi ini adalah Peraturan Presiden (Perpres) No. 77/2019 tentang Pengesahan Konvensi Multilateral Untuk Menerapkan Tindakan-Tindakan Terkait Dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Untuk Mencegah Penggerusan Basis Pemajakan dan Penggeseran Laba atau (Base Erosion and Profit Shifting/BEPS) yang telah diundangkan sejak 13 November 2019 lalu.
Melalui instrumen ini, seluruh P3B yang terlampir dalam instrumen ratifikasi secara otomatis akan termodifikasi dan Indonesia bersama negara mitra P3B tidak perlu untuk melakukan negosiasi bilateral secara satu per satu.
"Secara substansi, MLI akan menambahkan ketentuan anti penghindaran pajak yg tidak ada di P3B existing," tambah Arif.
Merujuk pada Perpres No. 77/2019, Indonesia mencantumkan 47 P3B sebagai P3B yang dimodifikasi melalui MLI.
Di lain pihak, Direktur Perpajakan Internasional Direktorat Jenderal Pajak (DJP) John Hutagaol mengatakan bahwa untuk di kawasan Asia dan khususnya Asia Tenggara, Indonesia termasuk negara yang terdepan dalam mengadopsi dan mengimplementasikan ketentuan internasional termasuk 15 BEPS Action Deliverables atau sering disebut paket BEPS.
Indonesia sudah memenuhi empat standar minimum dari paket BEPS antara lain BEPS Action 5 mengenai Harmful Tax Practise, BEPS Action 6 mengenai Treaty Abuse, BEPS Action 13 mengenai Transfer Pricing Documentation dan BEPS 14 mengenai Dispute Resolution.
"Lebih dari itu, Indonesia telah memenuhi BEPS Action 3 mengenai Controlled Foreign Companies (CFC)," imbuh John, Minggu (29/12/2019).