Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketua Umum PBNU Said Aqil Tagih Janji Sri Mulyani Beri Kredit Rp1,5 Triliun

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, menagih janji Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memberikan kredit murah sebesar Rp 1,5 triliun.
Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) menerima surat kesepakatan hasil musyawarah dari Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj (kiri) pada penutupan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Jumat (1/3/2019)./ANTARA-Adeng Bustomi
Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) menerima surat kesepakatan hasil musyawarah dari Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj (kiri) pada penutupan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Jumat (1/3/2019)./ANTARA-Adeng Bustomi

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, menagih janji Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memberikan kredit murah sebesar Rp 1,5 triliun.

Janji ini, kata Said, tertuang dalam nota kesepahaman antara PBNU dan Kementerian Keuangan.

"Pernah kami MoU dengan Menteri Sri Mulyani katanya akan menggelontorkan kredit murah Rp 1,5 triliun. Ila hadza yaum, sampai hari ini, satu peser pun belum terlaksana. Ini biar tahu anda semua seperti apa pemerintah ini," ucap Said dalam sebuah pidato yang beredar, Kamis, 26 Desember 2019.

Said mulanya bicara tentang ketimpangan ekonomi. Dia bercerita ada orang suka berfoya-foya atau menguasai jutaan hektare lahan, tapi di sisi lain ada pula yang untuk makan saja kesulitan.

Said menyebut pula soal ada 164 anak perusahaan dari PT Pertamina. Dia menganggap keberadaan ratusan anak perusahaan itu bancakan dari para direksinya.

Menurut Said, organisasinya kesulitan untuk menjalankan program-program yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat karena tak kunjung mendapat bantuan dari pemerintah.

Dia menyinggung pula soal sebagian kecil masyarakat Indonesia yang menguasai mayoritas kekayaan alam.

Said mencontohkan tambang emas, batu bara, nikel, yang justru dimiliki perusahaan besar.

"Rakyat miskin ada di mana? Di tepi kekayaan, di tepi tambang, di pinggir laut, tepi hutan. Hidup dia di sebelah kekayaan alam, tapi mereka miskin. Hidup pinggirnya di tambang batu bara, tapi batu baranya milik orang Jakarta, penduduknya sama sekali tidak mendapatkan keuntungan apa-apa dari tambang di sebelahnya," katanya.

Said menyinggung pula soal pembagian pengerjaan proyek-proyek pemerintah yang kerap dimonopoli oleh segelintir orang. Ia menilai hal ini menunjukkan sikap intoleransi ekonomi.

"Bukan toleransi agama, kami sudah paham itu, tapi toleransi ekonomi, pemerataan. "Kayla yakuuna duulatan baina minkum, jangan sampai harta dinikmati orang-orang itu saja," ucap dia.

"Tiap proyek besar pasti bukan Haji Hasan, bukan Haji Muhammad. Pasti yang mendapat proyek besar bukan dari kita, bisa dibaca. Sampai kapan seperti ini, wallahu alam," tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : JIBI
Editor : Rahayuningsih
Sumber : Tempo.co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper