Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perlukah HPP Gula Kristal Putih Direvisi?

Harapan petani gula untuk menuntut realisasi janji Presiden Joko Widodo untuk menaikan harga pokok petani (HPP) gula kristal putih, terkendala oleh makin lebarnya margin harga antara GKP dan gula kristal rafinasi (GKR) serta gula mentah yang diimpor.

Bisnis.com, JAKARTA - Harapan petani gula untuk menuntut realisasi janji Presiden Joko Widodo untuk menaikan harga pokok petani (HPP) gula kristal putih, terkendala oleh makin lebarnya margin harga antara GKP dan gula kristal rafinasi (GKR) serta gula mentah yang diimpor.

Wakil Ketua Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Budi Hidayat mengatakan pada awalnya petani menuntut agar HPP GKP dinaikkan menjadi Rp10.500/kilogram (kg) dari level saat ini sebesar Rp9.750/kg dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo pada 6 Februari 2019.

Kala itu, Presiden Joko Widodo menjanjikan bakal mengakomodasi tuntutan kenaikan HPP tersebut dalam sepekan selanjutnya.  Namun, belum sempat diakomodasi oleh sang kepala negara, petani merevisi usulan besaran HPP terse but menjadi Rp10.800/kg, yang didasarkan oleh biaya pokok produksi (BPP) di tingkat petani dengan nilai yang sama.

“Namun, kami akhirnya juga berhitung, kalau HPP dinaikkan, otomatis harga eceran tertinggi (HET) GKP juga ikut naik. Kondisi ini akan menimbulkan margin usaha yang makin lebar dengan GKR dan gula mentah yang diimpor. Ketakutan kami, ketika HPP dan HET ini naik bersamaan, akan makin banyak rembesan dan penyalahgunaan penggunaan GKR di masyarakat,” katanya ketika dihubungi Bisnis.com, Senin (9/12/2019).

Adapun, dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 58/2018 Tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan Di Konsumen,  HET GKP ditetapkan Rp12.500/kg. Sementara itu, harga rata-rata GKR saat ini sebesar Rp9.000/kg.

Budi mengatakan selain potensi meluasnya perembesan GKR di masyarakat dia juga khawatir makin banyak pabrik gula yang memilih mengimpor GM untuk diolah menjadi GKP. Pasalnya, harga GM impor jauh lebih murah dibandingkan harga di tingkat petani dalam negeri.

Dia menambahkan, tim perumus HPP yang terdiri dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan Kemenko Perekonomian sejatinya telah mengantongi perkiraan besaran HPP baru yang dihitung berdasarkan kondisi di lapangan. Besaran perkiraan HPP yang baru tersebut adalah Rp10.900/kg. Namun, hingga kini besaran nilai perkiraan HPP tersebut belum dibahas kembali oleh pemerintah.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan petani mengalami dilema dalam menuntut kenaikan besaran HPP GKP.

Pasalnya, tingkat produktivitas pabrik gula dan perkebunan tebu Indonesia masih rendah. Hal itu, membuat daya saing GKP Indonesia menjadi lebih rendah dibandingkan dengan gula impor.

Namun demikian, menurutnya, akibat rendahnya produktivitas terse but, ongkos produksi GKP Indonesia menjadi lebih mahal, sehingga membutuhkan penyesuaian HPP GKP.

“Selain itu kami juga ditekan oleh HET yang tidak berubah sejak beberapa tahun terakhir. Maka dari itu tuntutan kami sebenarnya saling terkait dan tidak bisa dijalankan secara terpisah, yakni percepatan revitalisasi pabrik gula dan perkebunan tebu, kenaikan HPP GKP dan dicabutnya HET gula,”ujarnya.

Untuk itu dia mengaku telah menyiapkan tuntutan untuk menagih janji pemerintah dalam  mempercepat revitalisasi pabrik gula dan perkebunan tebu petani serta kenaikan HPP GKP.  Pasalnya, dengan kondisi yang terjadi di sektor pergulaan saat ini, petani secara otomatis dipaksa menjual murah komoditas yang diproduksinya.

Adapun, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengatakan belum ada usulan kembali di tingkat pemerintah untuk merevisi HPP GKP. Pasalnya, menurutnya, harga jual gula di tingkat petani dan konsumen masih stabil dan belum membutuhkan intervensi khusus.

“Pantauan kami di lapangan baik di tingkat petani, pabrik penggilingan dan konsumen masih stabil. Proses penjualan gula di tingkat produsen pun masih berjalan secara normal. Untuk itu, kami memutuskan belum melakukan pembahasan mengenai revisi HPP GKP,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper