Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah harus melakukan penyesuaian aturan dalam penyerapan dan penganggaran beras untuk cadangan beras pemerintah (CBP) oleh Perum Badan Urusan Logistik (Persero), apabila ketentuan di sisi penyalurannya diperlonggar.
Ketua Dewan Penasehat Perhimpunan Ekonomi dan Pertanian Indonesia (Perhepi) sekaligus mantan Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan hal itu dibutuhkan untuk menciptakan keseimbangan proses pengelolaan CBP dari hulu hingga hilir.
Pasalnya, dengan adanya pelonggaran ketentuan dalam hal penyaluran CBP, akan mendorong Bulog berubah bentuk bisnisnya menjadi perusahaan pangan komersial. Pengelolaan CBP pun menurutnya berbeda dengan beras untuk program bantuan sosial pangan, di mana Bulog membeli beras dari petani dan selisih penjualannya ke masyarakat diganti oleh pemerintah.
“CBP ini adalah beras pemerintah. Pemerintah membeli secara penuh dan menitipkannya ke Bulog dengan anggaran pemerintah. Kalau misalnya CBP ini nanti dijual komersial dengan harga lebih tinggi daripada penyerapan, sehingga Bulog mendapat untung dari penjualan CBP itu, dana keuntungannya ke mana?” katanya ketika dihubungi oleh Bisnis.com, Kamis (5/12/2019).
Untuk itu dia meminta agar pemerintah juga menyiapkan regulasi yang menopang rencana pelonggaran ketentuan penyaluran CBP di luar fungsi asalnya yakni untuk operasi pasar dan bantuan bencana alam.
Dia pun juga meminta pemerintah menyiapkan pelonggaran ketentuan di sisi penyerapan CBP. Pasalnya, kebijakan penyerapan CBP merupakan salah satu upaya untuk menjaga harga gabah atau beras di tingkat petani.
Adapun, sebelumnya dalam rapat terbatas (ratas) di Istana Negara (4/11/2019), Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menjanjikan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan No.127/2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) untuk Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH).
Dalam beleid tersebut, pemerintah menugaskan Bulog agar CBP hanya digunakan untuk kebijakan KPSH atau operasi pasar dan bantuan bencana alam.
Mendag Agus mengatakan, revisi beleid itu dilakukan agar Bulog dapat lebih leluasa menyalurkan beras CBP yang saat ini menumpuk di gudangnya hingga 2,1 juta ton. Nantinya, beleid yang baru tersebut akan memperbolehkan Bulog melepas CBP di luar penugasan KPSH dan bencana alam dengan kondisi tertentu.
Namun, ketika dikonfirmasi ulang oleh Bisnis, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Suhanto belum memberikan jawaban hingga berita ini diturunkan.
Sementara itu, anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat Kudhori mengatakan pelonggaran ketentuan di sisi penyerapan CBP oleh Bulog harus diberlakukan sebagai konsekuensi diloggarkannya ketentuan penyaluran. Pasalnya selama ini beban terbesar Bulog dalam mengelola CBP pascaberubahnya skema bansos rastra menjadi bantuan pangan nontunai (BPNT) tidak hanya pada penyaluran.
“Pelonggaran kebijakan penyaluran CBP bisa disebut sebagai langkah jangka pendek menumpuknya stok beras di Bulog saat ini. Namun, pemerintah harus konsisten, ketika di sisi penyaluran dilonggarkan ketentuannya, penyerapannya juga harus dilonggarkan,” katanya.
Pemerintah pun menurutnya harus menerima konsekuensi dari adanya pelonggaran ketentuan di sisi penyerapan dan penyaluran CBP oleh Bulog. Pasalnya, kebijakan tersebut berpeluang membuat Bulog lebih banyak bermain di bisnisi komersial.
Terlebih, lanjutunya, Direktur Utama Bulog Budi Waseso telah mengusulkan kepada pemerintah, agar Bulog diizinkan menambah porsi penyerapan beras untuk segmen komersial dan mengurangi penyerapan untuk CBP. Alhasil, Bulog tak lagi memiliki stok yang cukup untuk mengamankan cadangan pangan nasional.
Terlebih, dia mengatakan skema penyerapan dan penyaluran CBP yang diberlakukan selama ini oleh pemerintah kepada Bulog, merupakan instrumen untuk menjaga harga beras tetap stabil di petani dan konsumen.
“Kalau stok beras yang tidak bisa diganggu gugat berupa CBP berkurang jauh, apakah ada jaminan Bulog bisa menyediakan beras dari segmen komersial dengan jumlah besar sehingga bisa ditebus oleh pemerintah sewaktu-waktu ketika dibutuhkan? Kondisi ini harus diperhitungkan juga,” jelasnya.
Pasalnya, menurutnya, stabilnya harga beras selama dua tahun terakhir harga beras di tingkat konsumen lebih banyak disebabkan oleh tingginya stok CBP di gudang Bulog. Dia khawatir, jika stok CBP menurun tajam dan Bulog lebih banyak berbisnis di sektor komersial, maka akan membuat harga beras di tingkat konsumen menjadi lebih fluktuatif.
Terpisah, ketika dimintai keterangan oleh Bisnis, Direktur Operasional Bulog Tri Wahyudi Saleh mengaku belum bisa memberikan komentar. Dia mengatakan, belum mendapatkan informasi terbaru mengenai hasil ratas di Istana.
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinasi Perekonomian Musdalifah Mahmud mengatakan hingga saat ini pemerintah sedang melakukan pembahasan secara komprehensif mengenai pengelolaan CBP. Hal itu dibutuhkan agar pemerintah dapat melakukan kebijakan yang matang dalam mengamankan stok pangan nasional dan operasional Bulog.
“Pemerintah masih terus membahas seluruh kebijakan terkait dengan pengelolaan sektor perberasan ini. Sudah ada instruksi dari Presiden Joko Widodo untuk membahas hal ini,” katanya.