Bisnis.com, JAKARTA—Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tenatang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Berdasarkan laman setkab.go.id, Rabu (4/12/2019), PP ini dikeluarkan untuk melaksanakan pasal 66 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Adapun, Jokowi menandatangani PP ini pada 20 November 2019.
“Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang selanjutnya disingkat PMSE adalah Perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik,” bunyi pasal 1 ayat (2) PP ini.
Menurut PP ini, pelaku usaha luar negeri yang secara aktif melakukan penawaran dan/atau melakukan PMSE kepada konsumen yang berkedudukan di wilayah hukum Indonesia yang memenuhi kriteria tertentu dianggap memenuhi kehadiran secara fisik di Indonesia dan melakukan kegiatan usaha secara tetap di Indonesia.
Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dapat berupa jumlah transaksi, nilai transaksi, jumlah paket pengiriman, dan jumlah traffic atau pengakses. Mengutip pasal 7 ayat 3 PP ini, PPMSE luar negeri yang memenuhi kriteria itu wajib menunjuk perwakilan yang berkedudukan di wilayah Indonesia yang dapat bertindak sebagai dan atas nama pelaku usaha.
Tak hanya itu, sesuai dengan pasal 8 PP ini, pelaku usaha PMSE juga akan dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.
Disebutkan dalam PP ini, pelaku usaha wajib membantu program pemerintah antara lain mengutamakan perdagangan barang dan jasa hasil produksi dalam negeri, meningkatkan daya saing barang dan jasa hasil produksi dalam negeri, dan pelaku usaha luar negeri wajib menyediakan fasilitas ruang promosi barang dan jasa hasil produksi dalam negeri.
Dalam hal PMSE yang merugikan konsumen, PP ini mengamanatkan konsumen dapat melaporkan kerugian yang diderita kepada menteri, dan pelaku usaha yang dilaporkan oleh Kknsumen yang dirugikan harus menyelesaikan pelaporan sebagaimana dimaksud.
“Pelaku usaha yang tidak menyelesaikan pelaporan sebagaimana dimaksud dimasukkan ke dalam daftar prioritas pengawasan oleh menteri. Daftar prioritas pengawasan sebagaimana dimaksud dapat diakses oleh publik,” bunyi pasal 18 ayat 3 dan 4 PP ini.