Bisnis.com, JAKARTA - Dalam waktu dekat, produk elektronik rumah tangga yang sudah terstandarisasi SNI sudah bisa diekspor tanpa harus melalui sertifikasi dan pengujian ulang di negara tujuan ekspor di Asean.
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Veri Anggrijono menuturkan hal ini merupakan hasil harmonisasi regulasi antarnegara Asean. Dalam waktu dekat, hasil harmonisasi itu akan segera diimplementasikan.
“Nah kami berharap ini masalah standar yang kami tetapkan ini dapat berketerimaan. Salah satu contoh ekspor adalah produk yang sudah diberlakukan SNI gak usah diuji lagi di negara lain [Asean]. Begitu juga produk negara lain yang sudah memenuhi standar dan sudah di harmonisasikan ya gak perlu ada pengujian,” kata Veri, Selasa (3/12/2019).
Direktur Standardisasi dan Pengendalian Mutu Frida Adiati menuturkan ada lima produk yang akan menjadi uji coba, yaitu penanak nasi, setrika, mesin cuci, kulkas dan kipas angin.
“Jadi kan tadi ada 119 standar tapi kita baru ada 26 produk yang diberlakukan semi wajib. Cuma untuk uji coba itu baru 5 produk, rice cooker, setrika, mesin cuci, kulkas, dan kipas angin. Itu baru untuk uji cobanya, dan itu memang belum, dan kami curi start dulu dari pada ketinggalan,” kata Frida.
Dalam hal ini, Frida menuturkan, agar produk-produk tersebut tidak perlu di standarisasi lagi di negara tujuan, maka barang itu harus mendapatkan standarisasi dari LPK Indonesia yang sudah listing di ASEAN.
LPK tersebut yaitu, PT Hartono Istana Teknologi, Balai Pengujian Mutu Barang, TUV Rheiland Indonesia, TUV Nord Indonesia, SICS, Sucofindo Laboratory, Quails Indonesia, PT UL Internasional Indonesia.
Dalam hal ini, implementasi keberterimaan tersebut hanya diberlakukan untuk produk yang di produksi di negara ASEAN saja.
“Jadi kan keberterimaan ini hanya untuk produk yang di produksi di ASEAN. Jadi kalau ada produk China yang diproduksi di China tetapi di standarisasi di Singapura ya tidak bisa.”
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Elektronik Indonesia (Gabel) Ali Subroto menuturkan sebenarnya negara dengan pasar besar seperti Indonesia dan Thailand enggan merealisasikan Harmonisasi.
“Sehingga dibiarkan dulu, artinya setiap negara memperlakukan sertifikasi standar serumit mungkin, misalnya harus dilakukan oleh lab uji dan disertifikasi oleh perusahaan Indonesia dan dilakukan di Indonesia (misalnya utk SNI),”kata Ali.
Menurutnya, kalau sekarang bisa disertifikasi di negara anggota ASEAN mana saja, ini berarti technical barriernya hilang, pergerakan barang menjadi lebih bebas, namun disisi lainnya Indonesia sebagai negara dengan pasar terbesar akan dirugikan, karena bisa diserbu dengan barang-barang dari negara ASEAN lainnya kecuali kalau produk yang diproduksi di Indonesia memiliki daya saing tertinggi.
“Kalau produk kita lebih kompetitif dari negara tetangga aliran itu akan terjadi, namun kalau kalau kalah kompetitif akan terjadi aliran sebaliknya.”