Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor aneka industri dan pertanian rentan mengalami kebangkrutan.
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan per 31 Desember 2018, beberapa BUMN pada bidang aneka industri dan pertanian mencatatkan nilai rendah pada indeks Altman Z Score.
Indeks ini merupakan alat kontrol terukur terhadap status keuangan sebuah perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan. Dengan kata lain, indeks ini digunakan memprediksi kerentanan sebuah perusahaan.
Adapun angka yang menunjukkan sebuah perusahaan berada di zona merah atau financial distress adalah di bawah 1,23 untuk perusahaan manufaktur dan 1,1 untuk korporasi non manufaktur. Perhitungan yang digunakan Kementerian Keuangan mempertimbangkan dua indikator yakni return on equity (ROE) dan debt to equity ratio (DER).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, BUMN pada sektor industri dan pertanian merupakan perusahaan yang rentan bangkrut karena perolehan nilai buruk pada indeks ini.
"Untuk sektor lainnya masih terbilang aman. Rata-rata ada di zona kuning dan hijau," jelasnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (2/12/2019).
Berdasarkan indeks tersebut, kesembilan perusahaan pelat merah yang termasuk dalam BUMN aneka industri mencatatkan perolehan nilai buruk. PT Dok dan Kodja Bahari menorehkan nilai terburuk dengan -1,72 diikuti oleh PT Dok dan Perkapalan Surabaya (-1,23), dan PT Dirgantara Indonesia (-0,84).
Perusahaan lain yang mencatatkan skor minus adalah PT PAL Indonesia dengan perolehan -0,1. Setelahnya, ada PT Krakatau Steel (0,47), PT Barata Indonesia (0,83), PT Industri Kapal Indonesia (0,89), PT Industri Kereta Api (0,92), dan PT Pindad (1,02).
Sementara itu, tiga dari lima BUMN Pertanian berada di zona financial distress. PT Sang Hyang Seri mencatatkan perolehan terburuk dengan nilai indeks -14,02 disusul PT Perkebunan Nusantara sebesar 0,35 dan PT Pertani dengan skor 0,82.
Adapun dua BUMN Pertanian tersisa menunjukkan kesehatan finansial yang baik. Keduanya adalah PT Perikanan Nusantara dengan angka 4,14 dan Perum Perikanan Indonesia sebesar 6,56.
Sementara itu, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, salah satu penyebab banyaknya BUMN industri dan pertanian yang berada di zona merah adalah karena kurangnya aset lancar pada perusahaan tersebut. Selain itu, laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) yang dikumpulkan perusahaan tidak cukup untuk menghadapi tekanan perekonomian.
Guna mengatasinya, ia mengatakan pemerintah akan memberikan tambahan modal pada perusahaan yang mengalami financial distress. Hal ini diharapkan dapat kembali menyehatkan kondisi keuangan sebuah perusahaan.
Salah satu contoh penambahan modal adalah dengan menerbitkan surat utang. Ia mengatakan, selama besaran utang terkendali dan perusahaan dapat membayar dengan tepat waktu, ia optimistis cara ini tidak akan menimbulkan masalah tambahan.
"Memang ada beberapa BUMN yang overleverage saat diberikan bantuan modal. Ini yang harus kami perhatikan dan kendalikan secara mendalam," katanya.