Bisnis.com, JAKARTA - Nilai pengiriman remitansi pekerja migran Indonsia (PMI) di Timur Tengah pada 2018 melonjak drastis menjadi US$4,3 miliar dibandingkan dengan 2017 yaitu senilai US$2,9 miliar berdasarkan data Bank Indonesia. Padahal, sejak 2011 Indonesia mengeluarkan kebijakan moratorium pengiriman PMI ke Timur Tengah.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo mengatakan kenaikan remitansi PMI Timur Tengah pada 2018 bisa disebabkan karena tingkat upah yang meningkat. Selain itu, pelemahan rupiah juga mempengaruhi besaran remitansi tersebut.
“Bisa karena tingkat upah yang meningkat serta rupiah yang melemah,” kata Wahyu kepada Bisnis.com, Selasa (26/11/2019).
Di sisi lain, dia mengkritisi kebijakan moratorium yang dilakukan oleh pemerintah. Menurutnya, pemerintah cenderung plin plan dalam mengambil kebijakan perihal PMI.
“Pemerintah punya kebijakan ambigu. Tidak mencabut permen moratorium tetapi melakukan percobaan penempatan one channel system ke Timur Tengah.”
Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri, Ditjen Pembinaan Penempatan dan Perluasan Kerja, Kemnaker, Eva Trisiana mengatakan apakah nilai remitansi yang dalam laporan Bank Indonesia murni dari pekerja migran atau tercampur dengan pekerja sektor formal lainnya.
“Data remitansi di Bank Indonesia, saya gak yakin itu bisa dipilah apakah khusus PMI saja atau non PMI,” kata Eva kepada Bisnis.com, Selasa (26/11/2019).
Kendati demikian, dia juga tak menampik kenaikan remitansi itu juga dipengaruhi oleh masih adanya PMI ilegal yang ke Timur Tengah. Eva mengakui kebijakan moratorium itu memang berdampak pada maraknya PMI ilegal. Apalagi negara-negara tersebut memang membutuhkan tenaga kerja domestik Indonesia.
“Memang gini, untuk peningkatan formal mungkin ada peningkatan, walaupun gak bisa dipungkiri ada moratorium dari 2011. Tapi kan tau sendiri negara Timur Tengah ini mengeluarkan visa yang walaupun bukan visa kerja tapi bisa di convert jadi visa kerja ketika disana. Jadi kebanyakan mereka pakai visa umroh, atau bisa juga mereka transit pakai negara ketiga, jadi walaupun moratorium ilegal ini masih ada.”
Sebab itu, untuk mengatasi kebocoran tersebut Kemenaker mengeluarkan kebijakan satu kanal untuk memantau PMI ilegal di Timur Tengah. Di samping itu, kebijakan itu juga menuntut pemerintah negara-negara Timur Tengah untuk tidak lepas tangan terhadap pekerja migran Indonesia.