Bisnis.com, JAKARTA — Keputusan akhir terkait dengan pengenaan bea masuk antisubsidi (BMAS) terhadap produk biodiesel Indonesia oleh Uni Eropa bakal ditetalkan pada akhir tahun ini atau Desember 2019.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan saat ini pihaknya Pemerintah Indonesia tengah menanti laporan akhir dari Uni Eropa.
“Kami sudah lakukan hearing, sudah ke sana termasuk dengan masing-masing lawyer perusahaan. Nah, tahapnya setelah ini tinggal mereka memutuskan dalam final report-nya apakah akan diberlakukan permanen atau tidak,” kata Wisnu, Senin (25/11/2019).
Dalam hal ini, dia berharap agar Uni Eropa bisa menerima argumen yang disampaikan Indonesia serta mengubah pengenaan bea masuk imbalan sementara (BMIS) untuk produk biodiesel Indonesia yang saat ini dikenakan mulai 8%--18%.
“Perusahaan sudah menyampaikan datanya. Dengan data tersebut kita harapkan walaupun [bea masuk imbalan] dikenakan, itu turun, tidak seperti kemarin yang sampai 18%,” ujarnya.
Kendati demikian, terdapat beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan Uni Eropa dalam keputusan akhir tersebut. Pertama, Uni Eropa bisa mencabut pengenaan BMIS.
Kedua, Uni Eropa bisa menurunkan bea masuk imbalan atau justru menaikkan bea masuk imbalan yang lebih tinggi dari BMIS.
Bila dalam keputusan akhir Uni Eropa mencabut pengenaan BMIS atau menurunkan bea masuk imbalan dari pengenaan sementara, maka bea masuk sementara yang sudah dibayar oleh eksportir Indonesia akan dikembalikan.
Sementara itu, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan Indonesia tetap akan terkena BMAS dari UE. Hanya saja, jika BMAS yang diterapkan sangat besar, Indonesia akan mengajukan gugatan ke WTO.
“Kami sudah upayakan sudah bolak balik kesana. Kalau ini kita terkena [BMAS] cuma 0,5% ya sudah lah. Tapi kalau kena tarifnya terlalu besar ya pasti kita ke WTO,” kata Paulus.
Kendati demikian, tarif produk biodiesel Indonesia bisa mencapai 0% sehingga ekspor produk tersebut bisa meningkat.
Data kemendag menyatakan, sepanjang Januari-Juni 2019 realisasi ekspor biodiesel mencapai US$255 juta turun 9,33% dibandingkan periode yang sama pada 2018 senilai US$281 juta. Sedangkan sepanjang 2018, kinerja ekspor biodiesel mencapai US$532 juta.
Paulus mengatakan, sebetulnya tak hanya ekspor ke Eropa saja yang menurun, melainkan juga ekspor biodiesel ke China. Ini karena, produk biodiesel sebagian besar terserap di dalam negeri.
“Turun ekspor ke China, karena mungkin salah satunya kapasitas industri kita sudah mulai penuh [terserap dalam negeri].”