Bisnis.com, JAKARTA — Sebanyak 1 juta ton stok garam rakyat kualitas unggulan (KW 1) terancam turun kualitas seiring dengan rendahnya serapan dari industri hilir. Tekanan terhadap harga komoditas itu pun kian meningkat.
Ketua Asosiasi Pengusaha Garam Rakyat Indonesia (APGRI) Jakfar Sodikin mengatakan bahwa hingga pertengahan November 2019, produksi garam rakyat mencapai 2,08 juta ton.
“Kira-kira 50%, 1-jutaan [ton terancam] rusak, bisa turun kualitas jadi KW 2. KW 2 bisa turun sekitar 30%,” katanya kepada Bisnis, Rabu (20/11/2019).
Dia menambahkan, saat ini banyak petambak yang tidak lagi memproduksi garam. Alasannya, harga garam yang belum juga naik dari kisaran Rp450 per kilogram (kg) untuk KW 1, Rp300 per kg untuk KW2, dan Rp150 per kg.
“Tambak sudah ditinggal. [Petambak] malas produksi,” ujar Jakfar.
Padahal, menurut Jakfar, harga minimum untuk garam kualitas terbaik atau KW1 harusnya bisa mencapai Rp1.000 per kg. Oleh karena itu, diperkirakan hingga akhir tahun, produksi garam rakyat stagnan di kisaran 2,08 juta ton.
Senada, Direktur Utama PT Garam (Persero) Budi Sasongko mengeluhkan rendahnya harga garam nasional yang jatuh ke level Rp400 rupiah per kilogram.
“Pengusaha garam termasuk PT Garam ini terpuruk sepanjang sejarah. Sekarang di titik nadir, harga garam itu di Jawa Timur hanya Rp400 per kilogram di sentra produksi,” kata Budi.
Dari laporan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, saat ini produksi garam nasional sebanyak 2,1 juta ton. PT Garam sendiri katanya sudah memproduksi hampir 400.000 ton.