Bisnis.com, JAKARTA–Daya beli masyarakat dan pertumbuhan konsumsi rumah tangga diproyeksikan masih akan tetap stabil dan akan cenderung membaik pada 2020.
Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menilai tertekannya pertumbuhan ekonomi pada tahun ini tidak disebabkan oleh konsumsi yang melambat, melainkan ekspor.
Daya beli diproyeksikan akan mulai meningkat terutama didorong oleh masyarakat luar Jawa karena ada kecenderungan harga minyak kelapa sawit (crude palm oil) akan mulai meningkat pada tahun depan.
"Kenaikan harga CPO akan mempengaruhi konsumsi sehingga 2020 akan lebih baik dibandingkan dengan 2019," ujar Lana, Selasa (19/11/2019).
Sepanjang 2019, konsumsi masyarakat cukup stabil tetapi cenderung bergeser ke sektor jasa dan hal ini menjadi penjelas mengapa sektor manufaktur cenderung tumbuh rendah pada 2019.
Selain karena faktor ekspor yang tertekan, konsumen cenderung tidak membeli produk yang diproduksi oleh manufaktur baik sandang hingga produk otomotif.
Hal ini pulalah yang menjelaskan mengapa sektor-sektor jasa dan transportasi mampu tumbuh di atas rata-rata, sedangkan sektor dengan kontribusi PDB terbesar seperti manufaktur cenderung tumbuh di bahwa rata-rata.
Di lain pihak, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) M. Faisal mengatakan banyak kebijakan fiskal pada tahun depan yang berpotensi menurunkan daya beli masyarakat.
"Di antaranya penghapusan subsidi listrik golongan 900 VA, pemangkasan subsidi solar 50%, pemangkasan subsidi LPG 23%, kenaikan iuran BPJS hingga 100% dan kenaikan cukai rokok 23%," ujar Faisal, Selasa (19/11/2019).