Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kala Bumbu Penyedap Jadi Alat Transaksi Pembayaran

Warga di perbatasan, termasuk di wilayah Terdepan, Terluar, Terpencil (3T), Indonesia seringkali tak memiliki akses perbankan yang memadai. Bahkan, uang rupiah yang dimiliki pun kerap sudah tak layak edar.
Suasana penukaran uang rupiah logam di salah satu pulau Terdepan, Terluar, Terpencil (3T) di Sulawesi Utara, dalam program sosialisasi rupiah yang dilakukan Bank Indonesia pada 8-16 Oktober 2019./Bisnis-M. Nurhadi Pratomo
Suasana penukaran uang rupiah logam di salah satu pulau Terdepan, Terluar, Terpencil (3T) di Sulawesi Utara, dalam program sosialisasi rupiah yang dilakukan Bank Indonesia pada 8-16 Oktober 2019./Bisnis-M. Nurhadi Pratomo

Bisnis.com, JAKARTA - Yanice Sasube (48 tahun), tergopoh berjalan menuju ke KRI Sultan Nuku yang tengah mengisi air bersih di Pelabuhan Lirung, Pulau Salibabu, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, Rabu (9/10/2019) malam.

Tangannya menggenggam erat sekantong plastik putih berisikan uang rupiah pecahan logam.

Warga Kecamatan Lirung itu langsung menanyakan kepada prajurit TNI AL yang tengah berjaga di sisi lambung kiri kapal terkait keberadaan petugas kas keliling Kantor Perwakilan (Kpw) Bank Indonesia (BI) Sulawesi Utara (Sulut). Beberapa jam sebelumnya, dia mendengar kabar telah berlangsung penukaran uang di desanya.

Terlambat mendapat kabar, Yunice berjalan kaki dari kediamannya yang berjarak sekitar 5 kilometer (km) dari pelabuhan. Tujuannya, untuk menukarkan uang logam yang dimilikinya.

Kala Bumbu Penyedap Jadi Alat Transaksi Pembayaran
Yunice Sasube (kanan) menukarkan uang rupiah logam miliknya dengan perwakilan Bank Indonesia di KRI Sultan Nuku yang sedang berlabuh di Pelabuhan Lirung, Pulau Salibabu, Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, Rabu (9/10/2019)./Bisnis-M. Nurhadi Pratomo

“Baru mendengar kabar malam katanya boleh juga penukaran di kapal [KRI Sultan Nuku]. Jadi, saya jalan kaki ke sini untuk tukar uang logam yang sudah tidak diterima,” tuturnya kepada Bisnis.

Malam itu, sebenarnya layanan penukaran uang sudah berakhir. Namun, tim kas keliling memberikan kesempatan kepada Yunice untuk menukarkan uang.

Salibabu merupakan salah satu wilayah terluar di Sulut. Perjalanan laut yang harus ditempuh sekitar 324 km dari Pelabuhan Bitung, Kota Bitung, Sulut dan memakan waktu sekitar 21 jam.

Sebenarnya, terdapat beberapa Kantor Cabang Pembantu (KCP) perbankan yang ada di Salibabu. Namun, warga terpaksa harus menyimpan uang rupiah pecahan logam yang dimiliki karena tidak lagi diterima untuk bertransaksi dengan pedagang.

Yunice menyebut pedagang di Salibabu akan menggunakan barang dengan nilai nominal yang sama sebagai pengganti kembalian dalam bentuk pecahan logam. Misalnya, jika berbelanja Rp6.500 dan membayar senilai Rp7.000, maka akan mendapatkan kembalian dalam bentuk barang.

“Belanja tidak ada kembalian, jadi yang Rp500 diganti gula atau bumbu penyedap,” ujarnya.

Kondisi serupa terjadi di Pulau Marampit, yang masih masuk ke dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud. Warga di daerah tersebut juga tidak dapat lagi menggunakan pecahan uang logam rupiah.

Meiche Lokolo (37 tahun), warga Pulau Marampit, menuturkan harga barang termurah di wilayahnya dibanderol dengan harga Rp1.000.

“Di Marampit, uang logam sudah tidak dipakai. Kalau ke Kota Manado baru bisa dipakai,” paparnya.

Terbatasnya penggunaan pecahan uang logam rupiah juga terjadi di wilayah Kabupaten Kepulauan Sangihe. Coster Sumbounau (54 tahun), warga Pulau Kawaluso, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulut mengungkapkan saat ini hanya pecahan logam rupiah Rp500 dan Rp1.000 yang masih diterima oleh pedagang warung.

Dia pun tidak melewatkan kesempatan untuk menukarkan uang kepada tim kas keliling Kpw BI Sulut, yang tiba di Kawaluso pada Senin (14/10) pagi.

Kala Bumbu Penyedap Jadi Alat Transaksi Pembayaran
Total nilai uang rupiah logam yang ditukarkan oleh seorang warga Pulau Marore, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara (Sulut) dalam program sosialisasi rupiah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulut di wilayah Terdepan, Terluar, Terpencil (3T) di provinsi itu pada 8-16 Oktober 2019./Bisnis-M. Nurhadi Pratomo

Coster membawa pecahan logam rupiah yang telah dikumpulkan selama 1 tahun, dengan jumlah total Rp1,8 juta.

Hal senada diungkapkan Deisi Mokansi (40 tahun), warga Pulau Marore, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Pecahan uang logam yang masih bisa digunakan di Pulau Marore saat ini adalah dengan nominal Rp1.000.

“Harga barang sudah tidak ada yang Rp500. [Uang] Rp1.000 bisa digunakan untuk beli makanan ringan atau dikumpulkan dulu menjadi Rp5.000 atau Rp10.000,” terangnya.

Deisi menukarkan uang pecahan logam yang telah disimpannya selama 3—4 tahun. Total nilai yang ditukarkannya mencapai Rp4,2 juta.

Akses Perbankan
Deisi mengeluhkan belum adanya layanan perbankan di Pulau Marore. Untuk menikmati layanan tersebut, masyarakat harus menempuh perjalanan ke Pulau Tahuna.

Namun, perjalanan tersebut membutuhkan waktu tempuh 8 jam dengan kapal laut perintis. Adapun kapal perintis bersandar di Pulau Marore setiap 2 pekan sekali.

“Jadi untuk menikmati akses perbankan diperlukan waktu tempuh 2 pekan,” imbuhnya.

Minimnya layanan perbankan masih dirasakan oleh pulau-pulau Terdepan, Terluar, Terpencil (3T) di Sulut. Tidak terkecuali di Pulau Miangas, yang masuk ke dalam wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud.

Miangas merupakan wilayah paling utara Indonesia. Pulau dengan luas sekitar 3,2 km persegi itu berbatasan langsung dengan Filipina.

Kepala Desa Miangas Yan Piter Lupa menuturkan total penduduk asli di wilayah itu sebanyak 779 orang. Mayoritas masyarakat berprofesi sebagai nelayan.

“Ada beberapa macam pekerjaan seperti tukang, petani, dan nelayan. Tetapi, nelayan 95 persen,” ungkapnya.

Kala Bumbu Penyedap Jadi Alat Transaksi Pembayaran
Salah satu sudut Pulau Miangas,  salah satu pulau Terdepan, Terluar, Terpencil (3T) di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara./Bisnis-M. Nurhadi Pratomo

Yan menyebutkan saat ini, sudah terdapat kantor unit salah satu bank pelat merah di Pulau Miangas. Tetapi, belum ada layanan Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang tersedia.

Dia menyatakan layanan akses perbankan kini makin sulit di Pulau Miangas. Kondisi itu dipicu penutupan penerbangan langsung dari Manado ke Miangas sehingga menghambat proses pengiriman uang.

Wajib Terima
Kepala Perwakilan BI Sulut Arbonas Hutabarat menegaskan pedagang semestinya tidak boleh menolak pembayaran dalam bentuk rupiah dari konsumen. Ketentuan itu juga telah tertuang di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Pasal 23 UU 7/2011 menyatakan bahwa setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di wilayah NKRI, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian rupiah.

“BI terus melakukan sosialisasi bahwa wajib menerima, baik uang kertas maupun uang logam, untuk transaksi sehari-hari,” ujarnya kepada Bisnis, baru-baru ini.

Arbonas mengatakan akan mendorong kas titipan agar lebih banyak lagi mengedarkan uang logam. Selain itu, perbankan juga wajib menerima penukaran uang logam dari masyarakat.

“Tugas kami menyosialisasikan dan uang logam wajib diterima,” sambungnya.

Untuk itu, Kpw BI Sulut mengadakan program tahunan layanan kas kepulauan wilayah 3T yang berlangsung pada 8—16 Oktober 2019. Bank sentral mendapatkan dukungan dari TNI AL dan Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) VIII Manado. 

Kala Bumbu Penyedap Jadi Alat Transaksi Pembayaran
Kantor penjaga perbatasan Filipina-Indonesia di Pulau Marore. Pulau tersebut merupakan salah satu pulau Terdepan, Terluar, Terpencil (3T) di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara./Bisnis-M. Nurhadi Pratomo

Dengan menggunakan KRI Sultan Nuku, rombongan bertolak dari Pelabuhan Bitung, Kota Bitung untuk menjelajah pulau-pulau terluar di Bumi Nyiur Melambai. Secara berturut-berturut, lokasi yang disambangi yakni Pulau Salibabu, Pulau Kakorotan, Pulau Marampit, Pulau Miangas, Pulau Marore, Pulau Kawaluso, dan Pulau Kalama.

Ekspedisi mengarungi Laut Sulawesi dan Laut Filipina mengusung sejumlah misi. Selain menggelar sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah dan kebanksentralan serta penukaran uang rupiah, tim kas Kpw BI Sulut juga melakukan penyerahan program bantuan sosial BI dan layanan kesehatan gratis bagi masyarakat.

Kepala Unit Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Kpw BI Sulut Suwandy menjelaskan bank sentral memiliki kewajiban untuk mengedarkan dan menyalurkan uang dengan kondisi baik dalam jumlah yang cukup. Program itu juga sejalan dengan program dari departemen pengelolaan uang rupiah di bank sentral.

Dari kegiatan tersebut, Kpw BI Sulut menarik uang rupiah lusuh atau tidak layak edar dan pecahan logam senilai total Rp617,91 juta. Hasil penukaran terbanyak yakni pecahan Rp100.000 dengan total Rp564,10 juta, disusul Rp50.000 senilai Rp21,95 juta, dan Rp2.000 senilai Rp11,36 juta.

Tentu, rupiah bukan hanya soal alat pembayaran tapi, terutama di wilayah 3T, menyangkut kedaulatan dan kehadiran negara bagi warganya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Annisa Margrit

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper