Bisnis.com, JAKARTA — Pengelolaan rantai pasok material dan peralatan konstruksi harus dilakukan secara efisien dan efektif agar kapasitas produksi dalam negeri dapat dimanfaatkan secara maksimal sehingga pembangunan infrastruktur berjalan lancar.
Peran rantai pasok material dan peralatan konstruksi sangat vital di sektor jasa konstruksi. Walhasil, pengaturan dan pengelolaannya pun diamanahkan dalam Undang-Undang No. 2/2017 tentang Jasa Konstruksi.
Artinya, peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan rantai pasok material dan peralatan konstruksi menjadi wajib, khususnya pada proyek pembangunan ibu kota negara di Kalimantan Timur.
Hasil penghitungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terkait dengan kebutuhan material dan peralatan konstruksi dalam proyek ibukkota negara dalam periode 2020—2024 menunjukkan per tahunnya dibutuhkan 997.998 ton aspal, 4.168.111 ton semen, 1.134.960 ton baja, 5.400.000 ton beton pracetak, dan 29.954 unit alat berat.
Kepala Subdirektorat Material & Peralatan Konstruksi, Direktorat Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa Konstruksi, Kementerian PUPR, Yolanda Indah Permatasari mengatakan bahwa material dan peralatan konstruksi lokal akan dimaksimalkan pemanfaatannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
"Seperti amanah Presiden Joko Widodo bahwa harus mengutamakan produk lokal atau meminimalisir penggunaan produk impor, maka pemanfaatan produk-produk lokal pasti akan dimaksimalkan. Kalau kita punya [material dan peralatan konstruksi] kenapa harus pakai dari luar?" ujarnya, Kamis (7/11/2019).
Baca Juga
Kemudian, bila digabungkan dengan kebutuhan material dan peralatan konstruksi infrastruktur lainnya dalam periode yang sama, dihasilkan gap defisit pada aspal, beton pracetak, dan alat berat karena kapasitas produksi dalam negeri yang jauh lebih minim.
"Bila tidak dikelola dengan baik, bisa-bisa yang tadinya surplus malah jadi defisit juga," kata Yolanda.