Bisnis.com, JAKARTA - Penumpukan belanja bantuan sosial kementerian dan lembaga (K/L) menyebabkan pertumbuhan konsumsi pemerintah pada kuartal III/2019 melambat.
Seperti diketahui, data Badan Pusat Statistik (BPS) per kuartal III/2019 menunjukkan bahwa konsumsi pemerintah hanya tumbuh sebesar 0,98% (yoy) dan terkontraksi -0,79% (qtq).
Pada kuartal II/2019, konsumsi pemerintah tercatat tumbuh signifikan mencapai 8,25% (yoy) dan 36,32% (qtq).
BPS menyatakan bahwa penurunan ini disebabkan oleh realisasi belanja barang dan jasa serta belanja sosial yang turun dibandingkan dengan kuartal III/2019.
Penurunan realisasi belanja barang dan jasa terjadi terutama karena penurunan realisasi belanja dan jasa pada konsumsi individu terutama oleh belanja operasional dan belanja jasa.
Adapun belanja bantuan sosial juga tercatat menurun akibat menurunnya belanja penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan sosial.
Merujuk pada laporan realisasi APBN per 30 Juni 2019, nampak bahwa belanja K/L berhasil tumbuh pada angka 15,66% (yoy).
Hal ini terutama disokong oleh belanja sosial yang pada waktu itu tumbuh 57,37% (yoy). Per semester I/2019, belanja bantuan sosial tercatat sudah terealisasi sebesar Rp70,5 triliun atau 72,63% dari total anggaran belanja bantuan sosial sebesar Rp97,06 triliun.
Akibat dari penumpukan tersebut, belanja bantuan sosial per kuartal III/2019 tercatat secara akumulatif mencapai Rp86,9 triliun.
Dengan ini, belanja bantuan sosial yang dikeluarkan pada kuartal III/2019 sendiri hanya Rp16,4 triliun.
Secara keseluruhan, belanja K/L yang telah dikeluarkan per 30 September 2019 mencapai Rp556,1 triliun, sedangkan hingga semester I/2019 belanja K/L yang telah dikeluarkan mencapai Rp342,3 triliun. Dengan ini, belanja K/L pada kuartal III/2019 sendiri mencapai Rp213,8 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara sebelumnya juga mengatakan bahwa penurunan pertumbuhan konsumsi pemerintah memang disebabkan oleh adanya shifting pengeluaran.
Meski terdapat shifting pengeluaran pemerintah yang menumpuk pada kuartal II/2019, Suahasil mengatakan belanja pemerintah akan terus didorong dalam rangka menstimulus perekonomian di tengah tekanan global dan dalam rangka menjaga pertumbuhan ekonomi tetap pada angka 5%.
Hal ini terutama karena pemerintah telah memperlebar defisit pada angka 2%-2,2% dari PDB dalam rangka menstimulus perekonomian. "Support APBN akan kita berikan dengan belanja yang terus dikeluarkan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi," ujarnya, Rabu (6/11/2019).