Bisnis.com, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi kuartal III/2019 sebesar 5,02% (yoy), menunjukkan adanya pelemahan daya beli baik internal maupun eksternal.
Menurut ekonom Bank Danamon, Wisnu Wardana pertumbuhan ekonomi kuartal III/2019 sudah tepat dengan prakiraan Danamon hanya 5,02% (yoy).
Wisnu menilai angka ini menunjukkan adanya pelemahan dalam kegiatan produksi khususnya mesin. Tercermin berdasarkan data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), produksi mobil pada kuartal III/2019 mencapai 352.736 unit, atau naik 27,25% (qtq), tetapi turun 2,45% (yoy).
Gaikindo juga mencatat, penjualan mobil secara wholesale alias penjualan sampai tingkat dealer kuartal III/2019 mencapai 272.522 unit, atau naik 19,91% (qtq), tetapi turun 10,05% (yoy).
"Pertumbuhan ini menunjukkan adanya pelemahan pada semua mesin produksi meskipun terkontraksinya impor membantu pertumbuhan ekonomi," ujar Wisnu melalui pesan singkat kepada Bisnis.com, Selasa (5/11/2019).
Dari sisi produsen, turunnya penjualan pada sektor penjualan otomotif ini mengakibatkan kontraksi sampai 2,5% (yoy).
Selain otomotif, semen juga tercatat sebagai penyumbang dalam pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, kebutuhan semen dalam negeri terkontraksi -1,8% (yoy).
BPS mencatat berdasarkan data dari Asosiasi Semen Indonesia (ASI), produksi semen pada kuartal III/2019 adalah 19,98 ton atau naik 35,09% (qtq), dan 1,07% (yoy). ASI juga mencatat pengadaan semen pada kuartal III/2019 adalah 19,37 ton, naik 34,43% (qtq), tetapi turun 1,82% (yoy).
Meski demikian, kata Wisnu, sebenarnya penjualan kedua barang tersebut sudah terkontraksi sejak setahun lalu.
"Kondisi ini tak hanya menjaga inflasi terkendali tapi ini mengindikasikan pelemahan daya beli yang masih akan berlanjut," paparnya.
Menurut Wisnu, ke depan para pemangku kebijakan fiskal akan mengoptimalisasi semua instrumen baru dan lama yang potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Meski demikian, amunisi berupa stimulus dari kebijakan moneter sudah dikeluarkan semua melalui pelonggaran suku bunga acuan dari Bank Indonesia.
Oleh sebab itu, Wisnu berharap perlu dorongan lebih kencang dari kebijakan fiskal pada 2 bulan ke depan.
"Kami memproyeksikan pada 2019 ini defisit fiskal akan mencapai 2,01% dari PDB," tuturnya.