Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah India menyetujui persyaratan yang diminta Indonesia terkait ekspor kepala sawit agar tidak ada perbedaan dengan Malaysia, namun India juga meminta Indonesia untuk bisa membeli beras dan gula dalam bentuk raw sugar dari mereka.
“Memang saat sekarang tarif kelapa sawit, baik itu untuk CPO [crude palm oil] maupun RBD [refined, bleached, deodorized] sudah sama. Semula ada perbedaan 5%, namun sesuai dengan permintaan Bapak Presiden, Perdana Menteri Narendra Modi menerima itu sehingga tarif CPO itu sama, Refined Bio Blended itu sama, RBD itu sama,” kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dikutip dari setkab.go.id, Senin (4/11/2019).
Hingga saat ini, Airlangga menambahkan neraca perdagangan Indonesia-India mencatatkan nilai surplus. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, surplus neraca perdagangan Indonesia-India mencapai US$8,7 miliar per 2018.
“Nanti bisa ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan ke depan dan memang Kita positif 8 miliar dollar AS, tertinggi di 2017 sebesar 10 miliar dollar AS, dan komoditas utamanya adalah batu bara dan kelapa sawit,” terang Airlangga.
Soal kelanjutan Regional Comprehensive Economic Partanership (RCEP), dia menyampaikan bahwa India memainkan peran penting untuk menunjang penyelesaian perjanjian kerja sama ekonomi yang melibatkan 10 negara Asean dengan enam negara lainnya yakni India, China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
Menurut Airlangga, RCEP adalah blok terbesar melebihi Uni Eropa [EU]. EU itu PDB-nya kira-kira Rp18 triliun, kalau PDB RCEP itu US$27 triliun, sedangkan TPP [Trans Pasific Partnership] itu US$11 triliun.
"Kalau kita lihat trade-nya RCEP itu US$11,5 triliun, EU US$12,5 dan TPP US$5,8 triliun," rincinya.
Kalau bicara penduduk, lanjut Airlangga, RCEP ini 3,6 miliar jadi tentu jauh lebih besar daripada EU dan PBB.
"Oleh karena itu, tadi hampir seluruh pemimpin itu mendorong agar perundingan ini bisa difinalisasi,” tekannya.