Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri pariwisata menilai pembentukan badan pariwisata dan ekonomi kreatif cenderung tidak efektif dikarenakan adanya rangkap jabatan. Selain itu, adanya badan ini juga rawan terjadi pemborosan anggaran.
Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azhari menuturkan adanya badan ini akan berdampak pada duplikasi dan benturan antara wakil menteri/badan dengan para deputinya.
“Saya agak bingung sistem ketatanegaraan kita saat ini, karena organisasi kita ‘gemuk’ yang akan cenderung saling duplikasi tanggung jawabnya akhirnya tidak efektif yang berakibat pemboroson anggaran, waktu, dan tenaga (SDM),” kata Azril kepada Bisnis.com, Rabu (30/10/2019).
Dia menjelaskan, mengacu pada Perpres nomor 67/2019, terlihat bahwa ada 3 kementerian yang memiliki Badan yang dirangkap oleh Menterinya masing-masing. Dari ketiga badan tersebut yang memiliki nama yang sangat persis ada 2 Kementerian termasuk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Adapun, tugas Kementerian dengan badan yang dibentuk tersebut rupanya hampir mirip yaitu merumuskan dan metetapkan Kebijakan di Bidang Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif, namun khusus untuk Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kepala Badan dirangkap oleh Menteri) memiliki tambahan tugas yaitu mengkoordinasikan dan sinkronisasi kebijakan di bidang Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif.
“Artinya untuk merumuskan dan menetapkan Kebijakan Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif akan terjadi duplikasi antara kementerian dan badan, walaupun khusus Badan diberikan tambahan tugas operasional untuk mengkoordinasikan dan sinkronisasi kebijakan di bidang Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif,” jelasnya.
Demikian pula, imbuhnya, struktur organisasi yang sama-sama memiliki deputi yang nomenklatur hampir mirip, disamping ada tambahan lagi yaitu Wakil Menteri yang merangkap jabatan Wakil Kepala Badan.
Menurutnya, jika tidak ada uraian tugas pekerjaan yang detil untuk pemisahan tugas dan fungsinya masing-masing, maka besar kemungkinan target-target yang ditetapkan oleh Kemenparekraf menjadi terhambat dengan adanya badan tersebut.
“Kecuali kalau tugasnya hanya untuk merumuskan dan menetapkan kebijakan Daya Tarik Destinasi dan event, dengan tambahan kebijakan operasionalnya berupa mengkoordinasikan dan sinkronisasi di destinasi dan event saja. Artinya mengembangkan daya tarik destinasi dan event (tourist attraction) merupakan prioritas utama, sehingga perlu ada perhatian khusus.”
Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Rudiana Jones menuturkan adanya badan parekraf itu justru membuat kinerja kemenparekraf menurun. Bahkan besar kemungkinan target-target yang ditetapkan tidak akan tercapai.
“Saya masih melihat sepertinya terjadi overlapping antara pariwisata dan barekraf, karena gak jelas pembagian clusternya, nomeclatur yang dipakai juga gak jelas,” kata Rudiana.
Mengacu pada pepres 70/2019 tentang badan pariwisata dan ekonomi kreatif, disebutkan bahwa badan tersebut merupakan lembaha non pemerintah yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden.
Nantinya, badan tersebut akan dipimpin oleh seorang kepala, dalam hal ini yang dimaksud adalah menteri parekraf seperti yang diatur dalam pasal 6 beleid tersebut.
Adapun beberapa tugas Barekraf dalam pepres tersebut diantaranya pertama, melakukan perumusan dan penetapan kebijakan di bidang pengembangan industri dan kelembagaan, pengembangan destinasi pariwisata, pengembangan pemasaran I, dan pengembangan pemasaran II.
Kedua melakukan perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan ekonomi kreatif di bidang aplikasi dan game developer, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, fashion, film, animasi, dan video, fotografi, kriya, kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, dan televisi dan radio.
Ketiga, melakukan perancangan dan pelaksanaan program ekonomi kreatif di bidang aplikasi dan game developer, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, fashion, film, animasi, dan video, fotografi, kriya, kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, dan televisi dan radio.
Keempat, melakukan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan industri dan kelembagaan, pengembangan destinasi pariwisata, pengembangan pemasaran I, dan pengembangan pemasaran II. Hal tersebut juga berlaku untuk program ekonomi kreatif di bidang aplikasi dan game developer, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, desain produk, fashion, film, animasi, dan video, fotografi, kriya, kuliner, musik, penerbitan, periklanan, seni pertunjukan, seni rupa, dan televisi dan radio.
Kelima, pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan dan perintisan daya tarik wisata dan 10 destinasi wisata prioritas dalam rangka pertumbuhan destinasi pariwisata nasional dan pengembangan daerah serta peningkatan kualitas dan daya saing pariwisata.
Baparekraf juga bertanggung jawab dalam pengelolaan barang milik/kekayaan negara dan pengawasan atas pelaksanaan tugas Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta pelaksanaan fungsi lain yang ditugaskan Presiden yang terkait dengan ekonomi kreatif.
Dengan adanya pepres 70/2019 tersebut, sebagaimana yang tertera di pasal 68, maka semua ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2015 tentang Kementerian Pariwisata dan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diubah atau diganti dengan peraturan baru berdasarkan Peraturan Presiden ini.