Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) tengah menyusun struktur organisasi dan tata kerja (STOK) untuk badan ristek dan inovasi nasional atau BRIN.
Sekjend Kemenristek Ainun Naim mengatakan, mengacu pada UU 11/2019 tentang sistem nasional ilmu pengetahuan dan teknologi, dibentuknya BRIN adalah untuk mengintegrasikan lembaga penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan iptek. Selain itu, UU tersebut juga mengamanatkan BRIN untuk melakukan penguatan inovasi dan policy based evidence.
Dia menjelaskan indikator untuk riset dan pengembangan teknologi (invensi) dengan penerapan (inovasi) memang berbeda. Berdasarkan ukuran tingkat kesiapterapan teknologi (TKT)/Technology Readiness Level (TRL), invensi ada pada skala 1-7, sedangkan inovasi dari TKT 8-11. Luaran invensi antara lain adalah jurnal, paten, prototype produk. Sedangkan luaran inovasi adalah produk komersial.
“Selama ini, produk invensi kita menunjukkan tren kenaikan yang cukup baik, contohnya jika dilihat tren jumlah artikel di jurnal ilmiah (tertinggi se-ASEAN), dan jumlah paten. Sementara jumlah inovasi juga menunjukkan kenaikan antara lain jumlah startup (perusahaan pemula berbasis teknologi) yang dibina dan lahir dalam 5 tahun terakhir cukup besar. Begitu juga produk dari lembaga litbang/perguruan tinggi yang dihilirisasi ke industri juga cukup banyak,” katanya, Senin (28/10/2019).
Meski demikian, dia menilai sinergi antara lembaga penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan iptek masih perlu diperkuat. Hal ini dikarenakan masih ada riset-riset yang belum sinergis dan tumpeng tindih. Sebab itu, dengan adanya BRIN diharapkan bisa menyelesaikan permasalahan tersebut.
Mengacu pada data Kemenristek, per 17 Oktober 2019, Indonesia memiliki 22.888 publikasi internasional ASEAN, sedikit lebih rendah dibandingkan Malaysia yang memiliki 24.185 publikasi.
Sedangkan pada 2018, Indonesia berada di urutan pertama untuk publikasi internasional Asean sebanyak 34.415, lebih tinggi dibandingkan Malaysia sebanyak 33.419 publikasi.
“Target ke depan meningkatkan bisa daya saing, penguasaan teknologi, dan inovasi nasional.”
Sementara itu, Ketua LIPI, Laksana Tri Handoko mengatakan pihaknya mendukung penuh pembentukan BRIN oleh Kemenristek. Sebab, adanya lembaga tersebut diharapkan bisa menjadi solusi fundamental untuk memperbaiki riset dan inovasi yang masih terlalu rendah di Indonesia.
“Ya kan problem kita adalah critical mass yang rendah, itu maksudnya dari SDM nya, infastrukturnya, anggarannya, jadi kalau ditotal ini besar semuanya tapi di level pelaksana di mikro itu jadi kecil karena tersebar dimana-mana. Jadi integrase melalui BRIN ini adalah salah satu solusi fundamental, LIPI ya siap dukung itu, kami kan dalam dua tahun terakhir melakukan persiapan yang besar untuk dukung itu,” kata Handoko.
Tak hanya itu, adanya BRIN juga diharapkan bisa membenahi dan mengoptimalisasi anggaran riset dan penelitian yang ada. Dia menuturkan selama ini anggaran penelitian dan riset terbagi untuk 72 lembaga riset dan ratusan PTN di Indonesia, sehingga anggaran tersebut tidak bisa optimal.
Asep Saefuddin selaku Anggota Dewan Kehormatan FRI (Forum Rektor Indonesia) yang juga merupakan Rektor Universitas Al Azhar Indonesia dan Guru Besar IPB mengatakan, adanya BRIN diharapkan bisa meningkatkan kerjasama antara Lembaga Riset/Universitas dengan industri.
Selain itu, lembaga tersebut juga bisa mengkordinasikan lembaga-lembaga riset di Kementrian untuk dilebur ke dalam BRIN dan menghilangkan duplikasi riset yang tidak perlu.
“Dan juga membuat roadMap RnD berbasis pada outcome atau outcome base research and development dgn prioritas yang jelas, spesifik, dan terukur secara output/outcome sebagai fungsi dari waktu dan dana. Jangan ada lagi kemubaziran dana,” kata Asep.
Dengan demikian, imbuhnya, peringkat Indonesia dalam global index on innovation bisa naik. Tercatat, dalam global index on innovation, pada tahun ini Indonesia berada di urutan 85 dengan skor 29,7, stagnan dengan perolehan peringkat tahun lalu. Hanya saja, secara skor Indonesia mengalami penurunan 0,1 dibandingkan dengan 2018.