Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengetatan Impor Barang Kiriman TPT Mendesak

Pemerintah didesak untuk bertindak cepat dalam membendung maraknya impor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang diiringi oleh peningkatan pelanggaran proses importasi  terhadap produk itu.
Pekerja menyelesaikan pembuatan kerudung sablon, di Kampung Cinehel, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (20/3)./Antara-Adeng Bustomi
Pekerja menyelesaikan pembuatan kerudung sablon, di Kampung Cinehel, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (20/3)./Antara-Adeng Bustomi

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah didesak untuk bertindak cepat dalam membendung maraknya impor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang diiringi oleh peningkatan pelanggaran proses importasi  terhadap produk itu.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Marimutu Maniwanen mengatakan meningkatnya importasi produk tekstil melalui jalur barang kiriman atau pos, selama ini didominasi oleh barang jadi atau garmen.  Menurutnya, maraknya perdagangan lintas batas negara melalui platform dagang elektronik (dagang-el), memiliki konsekuensi meningkatnya importasi garmen beserta pelanggarannya di Indonesia.

“Kalau untuk peningkatan impor barang kiriman berupa pakaian branded, saya rasa jumlah dan dampaknya kecil terhadap industri kita. Namun kalau barang kirimannya yang naik itu berupa pakaian non-branded, tentu ini menjadi masalah besar bagi produsen dalam negeri,” ujarnya ketika dihubungi oleh  Bisnis.com, Senin (28/10/2019).

Maniwanen mengatakan para produsen garmen dalam negeri saat ini sedang mengalami tekanan akibat meningkatnya impor produk jadi TPT berkualitas rendah.  Adanya pelanggaran importasi, membuat para pengusaha dalam negeri makin tertekan.

Untuk itu, menurutnya pemerintah perlu membuat sistem yang komprehensif untuk membendung pelanggaran importasi produk jadi TPT melalui barang kiriman.

Dia mengapresiasi rencana pemerintah untuk mengurangi batasan jumlah impor TPT melalui jalur barang kiriman yang diperbolehkan tanpa menggunakan izin impor khusus, dari 10 lembar menjadi 5 lembar.

Namun, menurutnya ketentuan itu tidak akan bertaji membendung laju impor beserta pelanggarannya, apabila pola pengawasan dan kontrol importasi tidak turut diperketat. Terlebih, lanjutnya, pemerintah telah menutup importasi produk TPT dalam bentuk borongan yang selama ini menjadi celah pelanggaran impor produk jadi.

“Importasi produk garmen murah dari China harus diwaspadai. Jangan sampai, ada modus importasi yang sebenarnya dalam bentuk borongan, namun klaim importirnya dalam bentuk barang kiriman. Pemerintah harus bertindak cepat antisipasi segala kemungkinan itu,” jelasnya.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) Mohamad Feriadi mengaku aturan importasi TPT  lintas batas melalui jalur kiriman sudah sangat ketat, terutama melalui dagang-el. Namun demikian meskipun aturannya sudah ketat, tidak menutup kemungkinan adanya pelanggaran dalam proses importasi.

“Ada kemungkinan, beberapa perusahaan jasa pengiriman tidak benar-benar mengecek atau melakukan standar operasional pengawasan yang ketat. Terutama petugas di lapangan. Tentu hal ini membuka peluang para importir nakal kita atau eksportir dari negara asal, sengaja mengelabuhi jumlah barang yang ada di dalam paket  menjadi di atas ketentuan yang ada,” katanya.

Adapun, berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, sepanjang Januari-September 2019 jumlah kasus penindakan pelanggaran importasi produk TPT melalui jalur barang kiriman mencapai 190 kasus. Jumlah penindakan tersebut meningkat tajam dari tahun lalu yang mencapai 27 kasus.

Penindakan pelanggaran impor TPT melalui barang kiriman menjadi satu-satunya yang mengalami peningkatan pada tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu. Pasalnya, penindakan impor melalui jalur impor umum, barang penumpang dan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor kompak mengalami penurunan.

Kepala Subdirektorat Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea dan Cukai Deni Surjantoro menyebutkan maraknya transaksi melalui dagang-el, turut membuka peluang importir nakal melakukan pelanggaran melalui jalur barang kiriman atau pos.

Dia mengakui, impor produk garmen menjadi komoditas yang paling banyak ditemukan pelanggaran proses importasi nya oleh Ditjen Bea dan Cukai. Terlebih, lanjutnya, impor produk garmen masuk sebagai kategori barang yang pengawasan impornya dilakukan melalui post border.

“Kami menyadari maraknya impor garmen melalui dagang-el membuat upaya pengawasan harus diperkuat. Terlebih, pemerintah sudah menutup jalur impor secara borongan, sehingga membuat modus pelanggaran importasi akan bergeser, salah satunya melalui jalur barang kiriman,” katanya.

Dia mengatakan pelanggaran importasi produk TPT melalui jalur kiriman yang paling banyak terjadi berupa, jumlah barang yang diimpor melebihi ketentuan yang diperbolehkan pemerintah. Adapun, dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.87/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu, impor produk pakaian yang diperbolehkan tanpa menggunakan persetujuan izin impor maksimal 10 lembar.

“Cukup sering kami temukan, impor melalui jalur barang kiriman dengan jumlah barang di atas 10 lembar. Kalua untuk penyalahgunaan ketentuan jenis barang dalam proses impor hampir tidak mungkin terjadi” katanya.

 Untuk itu, menurutnya  Ditjen Bea dan Cukai saat ini terus meningkatkan pengawasan di gudang perusahaan pengiriman barang atau pos. Di sisi lain, pemerintah juga menambah jumlah personel intelijen yang mengawasai tiap proses importasi melalui barang kiriman.

Adapun, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan pemerintah sedang merumuskan upaya membendung lonjakan impor produk TPT melalui barang kiriman. Salah satunya, menurutnya dengan mengurangi jumlah pakaian yang diperbolehkan diimpor  melalui jalur barang kiriman dari 10 lembar menjadi 5 lembar.

“Kami dari Kemendag juga akan bekerja sama dengan Ditjen Bea dan Cukai meningkatkan pola pengawasan pelanggaran impor melalui jalur barang kiriman. Dalam hal ini dari Kemendag yang akan bergerak adalah Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga,” jelasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper