Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Menteri Luar Negeri yang baru, Mahendra Siregar menyatakan dirinya diminta oleh Presiden Joko Widodo untuk menjaga dan mengamankan keberlanjutan industri sawit Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan oleh Mahendra seusai ditunjuk oleh Jokowi menjadi Wakil Menteri Luar Negeri di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (25/10/2019). Mahendra menyatakan industri sawit sangat penting dan harus dikawal dengan baik.
"Taruhannya besar, baik ekspor kita yang harus bisa mencapai dan melampaui US$25 miliar maupun juga penghematan yang bisa dilakukan sampai US$10 miliar apabila kita melakukan proses turunan dan konsumsi yang baik," kata Mahendara.
Seperti diketahui, Indonesia menghadapi tantangan dalam mengelola sawit sebagai salah satu komoditas ekspor terbesar. Uni Eropa (UE) mengenakan bea masuk anti subsidi sebesar 8-18 persen terhadap produk biodiesel asal Indonesia.
Di samping itu, blok ekonomi ini juga pernah menerbitkan Delegated Regulation Supplementing Directive of The UE Renewable Energy Directive (RED) II.
Dalam rancangan Delegated Regulation, Komisi UE mengklasifikasikan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) sebagai komoditas yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi. Dengan demikian, konsumsi CPO untuk biofuel atau Bahan Bakar Nabati (BBN) akan dibatasi kuotanya hingga 2023.
Baca Juga
Konsumsi CPO untuk biofuel juga bakal dihapus secara bertahap hingga menjadi 0 persen pada 2030.
Ketika bertemu Jokowi, Mahendra mengatakan Presiden meminta Wakil Menteri Luar Negeri untuk meningkatakan kualitas promosi investasi dan perdagangan.
Di samping itu, Kementerian Luar Negeri diminta untuk tidak melihat kondisi global yang tidak mudah ini dengan kacamata biasa (business as usual).
"Secara khusus Bapak Presiden memberikan mandat kepada kami untuk mengkoordinasi hal-hal tadi yang ada di dalam kerjasama dengan Kementerian Perdagangan, BKPM, untuk bisa lebih cepat bergerak sehingga tidak terjerat dengan proses dan birokrasi," kata Mahendra.