Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan penerimaan negara di sektor hulu migas hingga kuartal III/2019 baru mencapai US$10,99 miliar atau 62,2% dari target tahun ini.
Capaian penerimaan negara dari hulu migas hingga kuartal III/2019 tersebut juga lebih kecil dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun lalu senilai US$11,8 miliar.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengungkapkan menurunnya penerimaan negara hulu migas terdampak oleh kondisi harga gas dunia. Dwi menjelaskan bahwa SKK Migas lebih baik menahan produksi gas ketimbang harus menjual gas dengan harga yang berbeda jauh dari kontrak.
"Jadi, 2019 ini terus terang terpukul karena harga gas sangat rendah. Harga gas drop, sampai di bawah US$4 per MMBTU, harga beda jauh dari kontrak dengan pembeli," tuturnya dalam paparan kinerja SKK Migas kuartal III/2019, Kamis (24/10/2019).
Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Arif Setiawan Handoko menyatakan ada pengurangan produksi hampir di seluruh fasilitas produksi liquefied natural gas (LNG) di Indonesia.
Pengurangan produksi gas terjadi di kilang LNG Bontang di Kalimantan, Tangguh di Papua, dan LNG Donggi-Senoro di Sulawesi. Di kilang LNG Bontang, ekspornya hanya 52,5 kargo dan LNG Tangguh hanya 67,5 kargo.
Sementara itu, untuk realisasi penyaluran kargo gas domestik hingga September 2019 di LNG Bontang naik jadi 30 kargo dan LNG Tangguh 17 kargo. "LNG ada beberapa curtail. Harga LNG di pasaran drop terus," kata Arief.
Dari sisi realisasi penggantian cadangan migas atau reserve replacement ratio (RRR) sudah mencapai 337,87% dari target, sementara pada periode yang sama 2018 realisasinya hanya 82% dari target.