Bisnis.com, JAKARTA — Luas area perkebunan sawit yang berpotensi dimanfaatkan untuk peternakan sapi mencapai 4,4 juta hektare (ha). Jika terealisasi, sekitar 428.000 ekor sapi dapat dikembangbiakkan guna menutup defisit neraca daging yang mencapai 256.860 ton dalam setahun.
Kendati demikian, investasi dalam usaha integrasi ini terbilang masih minim. Hal ini terlihat dari luas pengembangan yang baru mencapai area seluas 132.000 ha dengan populasi sapi sebanyak 66.000 ekor.
Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal (BKPM) Wisnu Wijaya Soedibjo mengemukakan rata-rata investasi per tahun pada usaha integrasi sawit dan sapi ini baru berkisar di bawah US$100.000. Kekhawatiran bahwa ternak sapi dapat merusak tanaman sawit menjadi satu dari sejumlah kendala yang menghalangi ekspansi integrasi perkebunan sawit dan peternakan sapi.
"Model sawit sapi ini terhitung masih baru. Secara rata-rata per tahun, investasinya masih di bawah US$100.000. Jadi, masih sangat kecil pertumbuhannya," kata Wisnu di Jakarta, Rabu (23/10/2019).
Terlepas dari kendala ini, Wisnu tak menutup kemungkinan jika ke depan integrasi sawit dan sapi akan digalakkan jika terbukti berdampak signifikan pada pertumbuhan populasi sapi. Dorongan ini utamanya diarahkan pada lahan yang dikelola perusahaan pelat merah seperti PT Perkebunan Nusantara yang total kebun sawitnya mencapai 713.000 ha.
"Tapi ke depan jika telah terbukti bahwa integrasi ini berdampak signifikan terhadap penambahan populasi sapi, kami akan mendorong PTPN yang memiliki kebun sawit luas untuk mengembangkan integrasi ini," imbuh Wisnu.
Modal untuk pengembangan peternakan sapi di kebun sawit terbilang tak sedikit. Dalam skema perhitungan yang dilakukan Indonesia Australia Commercial Cattle Breeding (IACCB), setidaknya diperlukan investasi sebesar Rp5,4 miliar untuk mendatangkan 300 ekor sapi indukan jenis Australian BX Heifers, pengadaan lokal 20 ekor Australian BX Bulls dengan investasi Rp700 juta, dan biaya sarana prasarana sebesar Rp500 juta.
Selain itu, biaya operasional yang dibutuhkan selama empat tahun tercatat mencapai Rp6,8 miliar.