Bisnis.com, JAKARTA — Pengumuman susunan Kabinet Kerja Jilid II Presiden Joko Widodo tinggal menunggu waktu. Dari sekian banyak nama yang beredar belakangan ini, nama Ignasius Jonan agak jarang disebut.
Mantan orang nomor 1 di Kementerian ESDM dan Kementerian Perhubungan tersebut telah menyampaikan perpisahannya. Hal tersebut seakan mengonfirmasi bahwa masa baktinya sebagai pembantu presiden sudah selesai.
“Bapak dan Ibu, saya pamit ya dan terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini serta mohon maaf atas segala kekurangan saya. Salam hormat,” tutur Jonan melalui pesan singkat yang diterima Bisnis, Selasa (22/10/2019).
Perjalanan Jonan di Kabinet Kerja cukup unik. Sempat terkena reshuffle dari posisinya sebagai Menteri Perhubungan, Jonan justru kembali muncul sebagai Menteri ESDM.
Dilantiknya Jonan sebagai Menteri ESDM kala itu mengejutkan publik. Pasalnya, tak seperti biasanya, sebelum dilantik nama Jonan jauh dari perbincangan maupun ‘bocoran’ yang kerap berseliweran melalui berbagai saluran media.
Dalam 3 tahun kepemimpinannya, beberapa capaian positif berhasil ditorehkan. Namun, perlu diakui juga selalu ada pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan di periode berikutnya.
Di subsektor tambang, selesainya perundingan yang dilakukan dengan PT Freeport Indonesia menjadi salah satu capaian positif Jonan. Hal tersebut ditandai dengan beralihnya mayoritas saham perusahaan asal Amerika Serikat tersebut ke pihak nasional yang diwakili PT Inalum (Persero).
Status Freeport Indonesia yang sebelumnya Kontrak Karya, yang secara legal setara dengan negara sebagai pihak yang berkontrak, kini berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Selain itu, Jonan pun berhasil menyelesaikan amendemen kontrak seluruh pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Amanat amendemen kontrak tambang tercantum dalam Undang-Undang No. 4/2009 (UU Minerba) dengan waktu penyesuaian paling lambat 1 tahun sejak regulasi tersebut diundangkan. Namun, prosesnya terkatung-katung dan mampu diselesaikan oleh Jonan.
Penataan Izin Usaha Pertambangan (IUP) bermasalah dilakukan secara gencar. Hasilnya, dari 10.000 IUP yang mayoritas bermasalah, kini tersisa 3.112 IUP yang sudah dinyatakan clean and clear (C&C).
Di subsektor Migas, kepastian pengelolaan blok-blok raksasa seperti Mahakam dan Rokan bisa diperoleh. Selain itu, proyek Blok Masela yang ‘tertidur’ sejak 1998 pun akhirnya resmi berjalan.
Satu program yang berhasil dijalankan juga adalah BBM Satu Harga. Hingga saat ini, program tersebut telah menjangkau 170 titik dan ditargetkan ada tambahan 330 titik lagi hingga 2024.
Sementara itu, subsektor kelistrikan dan energi terbarukan masih jadi tantangan yang menyisakan banyak pekerjaan rumah untuk menteri berikutnya. Salah satunya megaproyek 35.000 MW yang harus harus menyesuaikan terus dengan kebutuhan listrik masyarakat.
Yang patut disyukuri, rasio elektrifikasi yang terus meningkat dan telah mencapai 98,81% atau telah meningkat 14,5% dalam 5 tahun terakhir.
Meskipun begitu, perlu dicatat bahwa Jonan menjadi menteri sangat ngotot untuk meningkatkan bauran energi terbarukan, meskipun pada kenyataannya banyak benturan karena keekonomian proyeknya yang masih kalah dengan pengembangan energi fosil.