Bisnis.com, JAKARTA – Agar tidak tertahan pada predikat negara berpendapatan menengah (middle income trap), Indonesia perlu menggenjot pertumbuhan ekonominya pada kisaran 6,5% hingga 10 tahun ke depan. Meningkatkan industri berbasis ekspor dan deregulasi investasi merupakan upaya yang perlu dilakukan pemerintah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Next Policy Fithra Faisal Hastiadi dalam peluncuran buku Globalization, Productivity, and Production Networks in ASEAN : Enhancing Regional Trade and Investment di Jakarta pada Kamis (17/10/2019).
Menurut Fithra, upaya pemerintah yang mempertahankan pertumbuhan ekonomi pada 2019 pada angka 5% patut diapresiasi. Kendati demikian, pemerintah perlu terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia agar dapat bersaing di kawasan Asia Tenggara dan di dunia internasional.
Bonus demografi yang didapatkan Indonesia hingga 2030 harus dimanfaatkan secara maksimal. Bila pemerintah tidak dapat memanfaatkan momentum ini, Indonesia dapat berada pada kategori negara yang tertahan dengan middle income trap.
Menurut data dari buku Globalization, Productivity, and Production Networks in ASEAN : Enhancing Regional Trade and Investment, untuk bisa keluar dari middle income trap, Indonesia minimal harus mampu mencapai angka pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5% hingga 2030.
Hal tersebut dapat dicapai melalui peningkatan ekspor dan investasi. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu, Indonesia harus memiliki angka pertumbuhan ekspor sekitar 9,8% per tahun dan nilai total investasi sebanyak Rp35 ribu triliun hingga 2024 yang 10% diantaranya berasal dari pemerintah dan sisanya dari pihak swasta.
Pada sektor ekspor, Fithra mengatakan bonus demografi Indonesia dapat dimaksimalkan dengan optimalisasi hubungan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan industri. Penyesuaian ini akan menyerap lebih banyak tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Selain itu, pemerintah juga perlu melanjutkan pembangunan infrastruktur-infrastruktur pendukung kegiatan industri. Hal ini dinilai akan meningkatkan kapasitas produksi Indonesia dan menciptakan lebih banyak barang yang bisa diekspor ke luar negeri.
Ia melanjutkan, pemerintah juga harus memfokuskan sektor industri yang akan didorong untuk menaikkan nilai ekspor. Beberapa sektor yang dinilai potensial adalah agribisnis, suku cadang dan komponen,
“Tetapi, produktivitas domestik juga harus diperhatikan. Kegiatan ekspor yang maksimal berawal dari pasar domestik yang kuat,” ujarnya.
Untuk investasi, Fithra menilai Indonesia perlu meningkatkan kerja sama bilateral, regional, dan internasional. Penguatan kerja sama ini akan memunculkan insentif-insentif yang menarik.
Selain itu, upaya deregulasi yang saat ini tengah dilakukan pemerintah perlu dilanjutkan. Hal ini, lanjut Fithra akan mengirimkan sentiment positif kepada calon investor yang hendak masuk ke Indonesia.
“Investasi yang stay di Indonesia diharapkan menimbulkan nilai tambah yang signifikan, dan juga menyerap banyak tenaga kerja. Pemerintah perlu melanjutkan upaya-upaya baik yang telah direncanakan,” kata Fithra.