Bisnis.com, JAKARTA - Amukan harga minyak bumi dan gas (migas) tahun lalu berimbas pada melonjaknya beban kurang bayar Dana Bagi Hasil (DBH) yang ditanggung pemerintah tahun ini.
Dalam PMK No.140/PMK.07/2019 tentang Penetapan Kurang Bayar dan Lebih Bayar Dana Bagi Hasil (DBH) menurut provinsi, kabupaten dan kota pada tahun 2019, pemerintah menetapkan kurang bayar DBH pada tahun 2018 melonjak Rp4,4 triliun atau menjadi Rp23,6 triliun.
Otoritas fiskal menyebutkan bahwa lonjakan kurang bayar DBH terjadi karena adanya peningkatan KB di sejumlah pos DBH.
Dua pos DBH yang menyumbang pembengkaknya kurang bayar paling besar adalah kurang bayar DBH sumber daya alam (SDA) mineral dan batu bara (minerba) yang mencapai Rp7,17 triliun dan DBH SDA minyak bumi dan gas bumi (migas) senilai Rp11,5 triliun.
Direktur Dana Perimbangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Putut Hari Satyaka mengatakan bahwa tren kurang bayar bisa naik karena dana bagi hasil umumnya dianggarkan sesuai dengan rencana penerimaan. Padahal, yang sebenarnya menjadi hak penerima DBH adalah realisasi dari rencana penerimaan.
Namun demikian, dalam proses pelaksanaan anggaran jumlah DBH bisa saja berubah misalnya ketika anggaran dan realisasi terjadi perbedaan karena fluktuasi harga komoditi sumber daya alam (SDA) misalnya migas dan minerba, termasuk kurs dolar, hingga lifting migas.
"Jadi kalau KB naik biasanya karena harga migas yang naik cukup tinggi," kata Putut kepada Bisnis.com, Rabu (16/10/2019).
Putut menjelaskan setiap tahun pemerintah sudah mengalokasikan untuk penyelesaian kurang bayar tersebut secara bertahap. Pada 2019 misalnya, pemerintah telah mengalokasikan sekitar Rp10 triliun untuk membayar kurang bayar DBH.
Sementara itu untuk 2020 pemerintah juga telah mengalokasikan sekitar Rp12,5 triliun. Jumlah itu ditambah dengan realisasi lebih bayar yang bisa digunakan untuk menambal kurang bayar DBH.
"[Dua skema ini] hanya untuk penyelesaian kurang DBH," jelasnya.