Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bulog Kesulitan Optimalkan Penyaluran Beras Lewat Operasi Pasar

Upaya pemerintah melakukan operasi pasar beras melalui Perum Badan Usaha Logistik (Persero) masih belum optimal lantaran masih besarnya stok di pasar.
Pekerja mengangkut stok beras Bulog untuk didistribusikan ke pasar-pasar di Gudang Sub-Divre Bulog Serang, di Serang, Banten, Jumat (10/5/2019)./ANTARA-Asep Fathulrahman
Pekerja mengangkut stok beras Bulog untuk didistribusikan ke pasar-pasar di Gudang Sub-Divre Bulog Serang, di Serang, Banten, Jumat (10/5/2019)./ANTARA-Asep Fathulrahman

Bisnis.com, JAKARTA — Upaya pemerintah melakukan operasi pasar beras melalui Perum Badan Usaha Logistik (Persero) masih belum optimal lantaran masih besarnya stok di pasar.

Direktur Utama Bulog Buda Waseso mengatakan kendati harga beras mulai menunjukkan kenaikan, namun serapan beras oleh masyarakat melalui operasi pasar atau yang disebut kebijakan ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga (KPSH) masih rendah.

Dia mengatakan per Selasa (15/10) rata-rata beras Bulog yang terserap melalui operasi pasar hanya mencapai 3.000 ton-4.000 ton/hari. Volume itu jauh di bawah target yang ditetapkan pemerintah melalui Bulog yakni 15.000 ton/hari.

“Kami sedang telusuri, kenapa harga mulai naik, namun serapan beras melalui operasi pasar masih rendah,” katanya usai rapat koordinasi terbatas di Kementerian Koordinator Perekonomian, Selasa (10/15/2019).

Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) rata-rata harga beras mulai menunjukkan kenaikan pada pekan pertama Oktober dengan mencapai Rp11.750/kg. Adapun, sepanjang bulan lalu harga rata-rata per pekan dari komoditas tersebut mencapai Rp11.700/kg.

Budi menduga masih rendahnya serapan beras Bulog melalui operasi pasar oleh masyarakat, disebabkan stok di pedagangan yang masih tinggi. Di sisi lain masyarakat juga belum menunjukkan peningkatan kebutuhan beras lantaran belum ada momentum khusus yang memicu kenaikan konsumsi.

Sementara itu terkait dengan mulai merangkak naiknya harga beras di pasar, dia menilai hal tersebut disebabkan oleh mulai naiknya harga gabah di tingkat petani. Situasi itu memincu sentimen kenaikan harga beras di tingkat pedagang.

Berdasarkan pantauannya, daerah yang mulai menunjukkan kenaikan harga beras  a.l. Provinsi Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT).  

“Kenaikan harga beras saat ini, saya rasa lebih disebabkan sentimen dari mulai naiknya harga gabah di petani.  Meskipun demikian kenaikan harga beras yang terjadi di pasar saat ini masih di level wajar dan stabil,” lanjutnya.  

Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang September 2019, rata-rata harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani Rp4.905/kg, naik 3,07% dari bulan sebelumnya. Sementara itu harga GKP di tingkat penggilingan Rp5.012,00/kg atau naik 3,21% dari Agustus.

Sementara itu rata-rata harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani pada September mencapai Rp5.392/kg atau naik 1,56% dari Agustus. Di sisi lain, harga GKG di tingkat penggilingan pada periode yang sama, naik 1,82% menjadi Rp5.522/kg.

Kendati demikian, dia menjamin harga beras di tingkat konsumen hingga panen raya tahun depan tidak akan mengalami lonjakan. Pasalnya, dengan stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang dimiliki oleh Bulog saat ini yakni 2,3 juta ton, diyakininya bakal cukup hingga panen raya tahun depan yang diperkirakan terjadi mulai April.

“Seboros-borosnya kami menggelontorkan beras, stok CBP sampai akhir tahun ini minimal 1,5 juta ton. Volume itu akan sangat cukup untuk menggelontor pasar sampai panen raya tahun depan,” katanya.

Adapun, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Suhanto mengaku menyerahkan mekanisme operasi pasar kepada Bulog. Pasalnya, pemeritah telah menetapkan target operasi pasar beras sebesar 15.000 ton/hari.

“Kami serahkan proses operasi pasar ke Bulog. Kami percaya target volume operasi pasar yang ditetapkan pemerintah sebesar 15.000 ton/hari cukup untuk program stabilisasi harga beras,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa menilai pemerintah tidak perlu terlalu panik mengendalikan harga beras di konsumen. Pasalnya, menurutnya harga beras saat ini terbilang masih belum mengalami lonjakan yang berarti.

“Level harga beras saat ini saya rasa masih wajar dan belum butuh intervensi berlebihan. Biarkan level harga beras saat ini menjadi pelipur lara bagi petani yang banyak mengalami gagal panen pada semester II/2019 ini,” katanya.

Namun demikian, dia menilai pemerintah harus mulai mewaspadai lonjakan harga beras pada bulan depan. Pasalnya, dia memperkirakan stok beras dan gabah di tingkat petani mulai menipis. Untuk itu, pada November pemerintah diminta mulai agresif dalam melakukan stabilisasi harga melalui operasi pasar. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper