Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah ekonom masih memprediksi neraca perdagangan September 2019 akan mencatatkan defisit akibat melemahnya permintaan dari China sebagai dampak perang dagang dan peraturan relaksasi impor barang modal dari Kementerian Perdagangan.
Menurut ekonom Bank UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja, kemungkinan neraca perdagangan September 2019 masih defisit karena perang dagang. Dia menilai, ada pelemahan pertumbuhan ekonomi China yang terlihat dari turunnya konsumsi dan permintaan ekspor dari Indonesia.
“Ada pertumbuhan ekonomi yang melambat di China, yang menyebabkan ada dampak ke permintaan terhadap komoditas,” ujar Enrico, Senin (14/10/2019).
Dia menilai, prediksi defisit itu masih cukup kecil, yakni di bawah US$100 juta.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memerinci potensi defisit pada neraca perdagangan September 2019 sekitar US$49 juta, masih lebih kecil dengan surplus pada bulan sebelumnya yang hanya US$85 juta.
Hal ini, menurut Josua, diprakirakan akibat laju ekspor -5,8% (yoy), dan laju impor diprakirakan sekitar -3,5% (yoy). Dia menyatakan, laju ekspor secara bulanan terkontraksi lebih besar dibandingkan laju impor secara bulanan.
“Ekspor masih tertekan oleh penurunan harga komoditas ekspor seperti batu bara yang sepanjang September turun 1,4% (mtm), lalu CPO turun tipis 0,02% [mtm],” kata Josua.
Dia menilai, volume ekspor juga diprakirakan masih melambat akibat perlambatan aktivitas manufaktur pada mitra dagang utama Indonesia, antara lain; Jepang, Korea, Uni Eropa. Sementara itu dari sisi impor, Josua menyatakan impor migas diperkirakan meningkat sedikit seiring dengan kenaikan harga minyak di pasar internasional sebesar 3,73% (mtm) sepanjang September. Josua juga menilai, aktivitas manufaktur Indonesia cenderung meningkat mampu mendorong kenaikan sisi impor.
“Namun demikian secara keseluruhan, defisit perdagangan pada kuartal III/2019 diperkirakan US$28 juta, menurun jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya tercatat US$1,8 miliar,” ujar Josua.
Dia juga menyebut, defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) pada kuartal III/2019 diperkirakan menurun ke kisaran -2,2% sampai -2,3 % dari PDB, lebih baik dari kuartal sebelumnya -3,0% dari PDB.
Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro menambahkan, tren defisit pada September ini akan kemungkinan berjalan sampai akhir tahun jika tidak disertai penguatan kinerja ekspor.
Menurut Satria, ekspor sampai September 2019 cenderung stagnan, sedangkan dalam 3 bulan ke depan, impor berpeluang membaik berkat deregulasi aturan impor barang modal yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan.
“Kenaikannya ada di kuartal IV, impor meningkat karena kebijakan baru Kemendag membuka impor barang modal yang tidak baru, itu perlu diwaspadai,” ungkap Satria.