Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan Impor Limbah Non-B3 Belum Jelas, Industri Kertas Waswas

Belum diterbitkannya regulasi baru tentang impor limbah selain bahan berbahaya dan beracun (B3) menimbulkan ketidakpastian bagi pengusaha, khususnya para pelaku industri kertas.

Bisnis.com, JAKARTA — Belum diterbitkannya regulasi baru tentang impor limbah selain bahan berbahaya dan beracun (B3) menimbulkan ketidakpastian bagi pengusaha, khususnya para pelaku industri kertas.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia Liana Brastasida mengatakan hingga saat ini pengusaha tidak dilibatkan dalam pembahasan perubahan aturan impor limbah non-B3. Menurutnya, sejak pemerintah berupaya membatasi impor limbah non-B3, pelaku industri merasa waswas dalam mengimpor produk tersebut sehingga menganggu proses produksi.

“Beberapa dari anggota kami saat ini banyak yang menunda impor kertas bekas yang seharusnya menjadi salah satu bahan baku kami. Sampai saat ini belum ada aturan baru mengenai impor limbah non-B3, tetapi beberapa pihak pemerintah sudah sangat agresif mengendalikan impor produk ini,” katanya kepada Bisnis.com, Minggu (13/10/2019).

Pemerintah mengaku sedang merevisi Peraturan Menteri Perdagangan No.31/2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-B3 sejak Mei. Namun, hingga kini peraturan tersebut belum diterbitkan.

Liana khawatir apabila pemerintah menghambat impor limbah non-B3, industri terkait akan terdampak negatif. Pasalnya, 70% perusahaan kertas di Indonesia membutuhkan impor kertas bekas untuk bahan baku.

Di samping itu, ketidakpastian regulasi baru impor limbah non-B3 turut menghambat kinerja ekspor industri kertas. Sepanjang Januari—Agustus 2019, ekspor industri kertas turun 0,32% secara tahunan menjadi US$4,25 miliar dipicu oleh turunnya pasokan bahan baku kertas bekas.

“Ada 48 perusahaan yang membutuhkan kertas bekas sebagai bahan baku. Sebagian besar adalah IKM, yang kalau dihambat bahan bakunya, mereka akan kelimpungan,” jelasnya.

Untuk itu, Liana mendesak pemerintah segera menerbitkan kebijakan impor produk kertas bekas yang termasuk dalam golongan limbah non-B3. Namun, dia mengharapkan agar proses pengetatan impor limbah non-B3 disesuaikan dengan ketentuan umum perdagangan limbah non-B3 yang berlaku secara global, yakni Konvensi Basel.

Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia Fajar Budiyono berpendapat kegamangan pemerintah dalam mengatur impor limbah non-B3 telah berdampak pada  iklim bisnis di dalam negeri.

Dia menambahkan terdapat sejumlah kebocoran impor sampah yang tidak diperlukan dalam proses importasi limbah non-B3. Hal tu disebabkan oleh lemahnya proses pengawasan dalam importasi produk tersebut.

“Maka dari itu, kami menunggu ketentuan baru impor limbah non-B3 ini. Jujur kami masih khawatir kalau sampai impor limbah non-B3 ini terlalu ketat. Sebab, produk plastik bekas masih kami butuhkan di tengah pola pengelolaan sampah plastik kita yang belum optimal.”

JANGAN GAMANG

Sekjen Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia Erwin Taufan menambahkan pemerintah tak perlu gamang dalam mengatur tata niaga limbah non-B3.

“Tinggal diatur saja, bagaimana metode kerja sama antara surveyor di Indonesia dengan surveyor rekanannya di negara asal produk dalam melakukan verifikasi limbah non-B3. Dalam hal ini, harus dipastikan apakah metode verifikasi di negara asal sudah sesuai ketentuan, sebelum produk itu diekspor ke Indonesia,” jelasnya.

Di sisi lain, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Wisnu Wardhana mengatakan rancangan awal revisi Permendag No.31/2016 sudah selesai. Namun. aturan tersebut belum dapat diterbitkan karena masih ada masukan dari lembaga dan kementerian terkait.

“Semoga dalam waktu dekat bisa diterbitkan,” katanya.

Dia menyebutkan beberapa poin yang akan menjadi revisi dalam aturan tersebut adalah kewajiban perusahaan eksportir limbah non-B3 sebagai perusahaan yang terdaftar.

Ketentuan lain yang akan diatur adalah perubahan metode verifikasi dan survei barang oleh lembaga surveyor. Nantinya, produk limbah non-B3 diharapkan diverifikasi menggunakan metode populasi.

Dirjen Pengelolaan Sampah Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Kementerian Lingkuhan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati menjelaskan aturan baru itu akan menjadi acuan bagi kementeriannya untuk menindak dan membatasi aksi impor limbah secara ilegal.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper