Bisnis.com, JAKARTA — Penurunan produksi karet dalam negeri diperkirakan bakal berlanjut di tengah ancaman penyakit gugur daun karet yang disebabkan serangan jamur Pestalotiopsis sp. Kondisi ini diperparah oleh periode kemarau yang lebih lama dibanding tahun sebelumnya.
Saat resmi diumumkan oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Koordinator Perekonomian pada Juli lalu, penyakit tersebut dilaporkan telah menyerang 381.900 hektare (ha) perkebunan karet yang tersebar di sejumlah provinsi sentra produksi seperti Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.
Direktur Riset dan Pengembangan PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) Gede Wibawa menyebutkan sejauh ini belum ada laporan terbaru mengenai sebaran penyakit gugur daun. Namun, ia memperkirakan produktivitas tanaman karet tetap akan turun di kisaran 25%–30%.
“Kami belum mendapatkan data perkembangan yang baru sejak Juli lalu. Yang jelas, protas masih rendah, turun 25%–30% dari [kondisi] normalnya,” kata Gede melalui pesan singkat kepada Bisnis, Rabu (2/10/2019).
Penurunan produktivitas ini pun dibenarkan Ketua Umum Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) Azis Pane. Jika melihat kondisi di lapangan, ia menyebutkan petani cenderung menyadap karet dengan volume 50% lebih rendah dibanding saat kondisi normal.
“Biasanya petani memikul karet 100 kilogram per minggu, sekarang bisa turun sampai 50 kilogram saja,” kata Azis.
Serangan Pestalotiopsis sp. membuat tanaman karet mengalami gugur daun berulang dalam periode yang panjang. Gugur daun bahkan terjadi di luar periode alami yang secara langsung menurunkan produksi.
Azis menyatakan jika normalnya gugur daun terjadi dua kali dalam setahun, pada 2019 ini tanaman karet bisa mengalami lebih dari tiga kali gugur daun. Pemerintah sejatinya telah menyiapkan langkah penanggulangan guna menahan laju perluasan area yang terdampak.
Langkah itu meliputi penggunaan fungisida berbahan aktif heksakonazol atau propikonazol dan pemberian bantuan pupuk untuk meningkatkan ketahanan tanaman.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono sebelumnya menyebutkan pihaknya telah mengalokasikan anggaran senilai Rp1 miliar–Rp1,5 miliar untuk penanggulangan yang juga akan didukung oleh anggaran pemerintah daerah.
Terlepas dari upaya tersebut, kalangan pengusaha karet menilai penurunan produksi diperkirakan akan terus berlanjut sampai akhir tahun. Hal ini tecermin dari performa ekspor sampai Agustus 2019 yang turun 12,9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.