Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perkembangan Aset Kripto Memiliki Efek Negatif bagi Perekonomian Indonesia

Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi Kementerian Keuangan Sudarto mengatakan, pergerakan aset kripto di Indonesia belum terlalu besar. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, aset kripto terpopuler di Indonesia, Bitcoin, berkontribusi terhadap 0,38% dari nilai Bitcoin global.
Bitcoin turun/Ilustrasi
Bitcoin turun/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Perkembangan aset kripto di Indonesia dapat menimbulkan sejumlah dampak negatif yang mempengaruhi sistem perekonomian negara.

Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi Kementerian Keuangan Sudarto mengatakan, pergerakan aset kripto di Indonesia belum terlalu besar. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, aset kripto terpopuler di Indonesia, Bitcoin, berkontribusi terhadap 0,38% dari nilai Bitcoin global.

Kendati demikian, bila perkembangan aset kripto di Indonesia sangat pesat, hal ini dapat menimbulkan sejumlah implikasi bagi Indonesia. Salah satunya adalah nilai aset kripto yang volatilitasnya amat tinggi akan mempengaruhi kepercayaan investor pada sistem keuangan sebuah negara, termasuk regulator yang bertanggung jawab.

"Nilai aset seperti uang ada back-up dari negara dan juga underlying asset-nya. Cryptoasset nilainya ditentukan oleh permintaan yang ada, jadi nilainya sangat labil," kata Sudarto di Jakarta pada Selasa (1/10/2019).

Perkembangan aset kripto juga dapat mempengaruhi institusi keuangan. Kepemilikan langsung atas aset kripto serta kontrak derivatif terkait dalam jumlah besar, dapat mengekspos lembaga keuangan terhadap risiko kredit, pasar, dan likuiditas.

Risiko tersebut juga dapat bersifat sistemik jika institusi tersebut terhubung dengan entitas sektor keuangan lainnya, atau jika kepemilikan tersebar luas dalam sistem keuangan.

Selain itu, ukuran pasar aset kripto yang meningkat secara signifikan akan menimbulkan disrupsi stabilitas sistem keuangan jika ada kerugian pasar besar-besaran.

Sudarto melanjutkan, sifat aset kripto yang semi anonim dapat disalahgunakan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Mereka dapat menggunakan aset ini untuk mendanai kegiatan-kegiatan merugikan seperti aksi terorisme atau pencucian uang.

Sejauh ini, Sudarto menuturkan aset kripto di Indonesia tidak diperlakukan sebagai instrumen keuangan, melainkan sebagai komoditas. Hal ini karena labilnya nilai aset jenis ini yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi domestik.

Pengaturan aset kripto sebagai komoditas diatur pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto dan Peraturan Teknis Bappebti No.5 tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.

Peraturan tersebut juga telah mengatur sejumlah ketentuan yang harus dipenuhi penyedia aset kripto. Manajer aset harus berbasis di Indonesia, memiliki cadangan server serta harus memiliki tiga sertifikasi.

Sertifikasi tersebut adalah ISO 27001 yaitu Sistem Manajemen Keamanan Informasi, ISO 27071 (keamanan sistem cloud), dan ISO 27018 (privasi cloud).

Selain itu, penyedia pertukaran aset kripto harus menyetor Rp1 triliun sebagai modal dan menjaga saldo modal setidaknya Rp800 miliar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper