Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah tengah merancang kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang berlaku pada 2020. Dalam kebijakan tersebut jumlah layer tarif CHT tetap sama yakni sebanyak 10 layer.
Kepastian mengenai jumlah layer tersebut disampaikan oleh Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto saat dimintai konfirmasi seputar kebijakan tarif CHT 2020.
"Iya [kebijakan baru] 10 layer sigaret kretek tangan 4 layer, sigaret kretek mesin 3 layer, dan sigaret putih mesin 3 layer," kata Nirwala kepada Bisnis.com, Selasa (1/10/2019).
Penetapan 10 layer cukai, kata Nirwala, mengikuti kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah pada tahun 2018. Seperti diketahui, kebijakan tarif pada 2018 menetapkan tarif CHT sebanyak 10 layer dengan proyeksi adanya simplifikasi pada 2021 menjadi 5 layer.
Kendati demikian, Nirwala memastikan bahwa kebijakan yang berlaku pada 2020 hanya terkait dengan layer cukai. Sementara itu, soal simplifikasi dan substansi dalam PMK 156/2018 yang salah satunya berisi penundaan simplifikasi CHT tidak pernah disinggung dalam pembahasan yang tengah berlangsung.
"Simplifikasi sama sekali tidak dibahas. PMK 156 juga sudah tidak dibahas," tegasnya.
Sebelumnya, pemerintah resmi menghapus roadmap simplifikasi tarif cukai hasil tembakau (CHT) melalui implementasi PMK No.156/PMK.010/2018 tentang Tatif Cukai Tembakau (CHT).
Penegasan mengenai penghapusan roadmap tarif CHT ditandai dengan keputusan pemerintah untuk menghapus BAB IV beleid dalam ketentuan yang baru.
Padahal, dalam ketentuan sebelumnya yakni PMK 146/PMK.010/2017, BAB IV menjelaskan mengenai strategi pemerintah untuk mengendalikan konsumsi rokok, salah satunya dengan menyederhanakan tarif CHT.
Tarif CHT, sesuai ketentuan sebelumnya, setiap tahun akan disederhanakan. Jika saat ini terdapat 10 strata tarif CHT rencananya sampai dengan 2021 tarif CHT akan dipangkas menjadi lima strata tarif CHT.
Adapun pemerintah telah menetapkan tarif dan harga jual eceran pada 2020 naik masing-masing sebesar 23% dan 35%. Lonjakan tarif cukai tersebut merupakan konsekuensi dari keputusan pemerintah yang tidak menaikan tarif cukai pada tahun ini.
Pemerintah berasalan kenaikan tarif cukai yang naik signifikan ini disebabkan oleh sejumlah aspek.
Pertama, kenaikan produksi rokok yang mencapai 3%. Naiknya produksi rokok tersebut menurutnya merupakan konsekuensi dari kenaikan target penerimaan CHT yang mencapai Rp10 triliun.
Kedua, naiknya produksi rokok dari sisi kesehatan tidak bagus. Apalagi angka prevalensinya naik 1% dari dari 32,8% ke 33,8%. Ketiga, harga transaksi pasar berada di posisi 10,2% diatas harga jual eceran (HJE).