Bisnis.com, JAKARTA — Perkiraan produksi tanaman pangan harus mempertimbangkan sejumlah data yang memberikan pengaruh.
Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian (Perhepi) Bayu Krisnamurthi mengatakan data-data tersebut antara lain perkembangan luas tanam, kemampuan lahan untuk terus berproduksi (kesuburan lahan), dan sejumlah faktor lainnya.
“Saya kira tidak dapat lagi hanya melihat a growth of single number seperti produksi saja,” katanya kepada Bisnis, Minggu (22/9/2019).
Bayu mencontohkan pola super intensif yang selama ini diterapkan untuk menggenjot produksi tanaman pangan seperti padi, berpotensi menggerus kesuburan tanah di lahan pertanian. Oleh karena itu, harus diperhitungkan pula kemungkinan adanya lahan yang perlu ‘istirahat’ demi menjaga keberlanjutan kesuburannya.
Alternatif lain adalah memperhitungkan secara matang kebutuhan pupuk baik organik maupun anorganik demi mendukung daya produksi atau kesuburan tanah.
“Artinya, perlu ada data perkiraan penjualan pupuk organik dan anorganik,” jelasnya.
Demikian pula dengan faktor ketersediaan dan kualitas benih yang harus dipastikan. Selanjutnya, pemerintah juga harus memperkirakan jumlah petani yang terlibat dalam proses produksi ini.
Seperti diketahui, banyaknya petani yang meninggalkan profesi ini atau menjadikannya profesi sampingan lantaran berbagai masalah seperti kondisi ekonomi.
Oleh karena itu, pemerintah tengah berupaya keras menahan laju depresiasi luas lahan pertanian dengan menelurkan sejumlah aturan.
Terkait target produksi padi yang dipatok akan mencapai 85,849 juta ton pada tahun depan, Bayu merasa pesimistis.
Pasalnya, berdasarkan kerangka sampel area Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi pada 2018 hanya mencapai 56,970 juta ton. Dengan demikian, untuk mencapai produksi sebanyak 85,849 juta ton di 2020 harus ada peningkatan produksi sebesar kurang lebih 25 persen per tahun baik untuk tahun ini maupun tahun depan.
“Peningkatan sebesar itu belum pernah terjadi dalam sejarah,” katanya.
Belum lagi, adanya perkiraan penurunan produksi tahun ini akibat kemarau yang berarti target produksi berpotensi tidak tercapai. Oleh karena itu, untuk mencapai angka 85,859 juta ton pada 2020, produksi pada tahun tersebut harus meningkat lebih tinggi lagi dari 25 persen.