Peran Media dalam Perekonomian
Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan Bank Indonesia (BI) menurunkan rasio Loan to Value atau Financing to Value (LTV/FTV) telah didukung oleh kebijakan fiskal dari pemerintah.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Senin (23/9/2019).
Suahasil menuturkan bentuk kelonggaran yang dilakukan pemerintah dalam rangka mendukung kebijakan yang dikeluarkan BI salah satunya berasal dari sektor perpajakan. Sepanjang tahun lalu, pemerintah telah melakukan belanja pajak sebesar Rp200 triliun.
"Bentuknya juga bermacam-macam, contohnya PPh badan yang tidak dipungut, PPh yang dikurangi, PPN yang dikecualikan, dan lainnya," katanya.
Suahasil melanjutkan, kebijakan tersebut juga dilakukan sepanjang tahun, tidak hanya dalam periode waktu tertentu. Oleh karena itu, kebijakan baru yang dikeluarkan BI sudah pasti akan didukung oleh kebijakan milik pemerintah untuk mendukung efektivitas dan sinergi peraturan-peraturan tersebut.
Selain itu, Kementerian Keuangan juga tengah merancang insentif-insentif tambahan untuk meningkatkan investasi serta konsumsi masyarakat. Beberapa di antaranya adalah insentif untuk usaha padat karya, insentif vokasi, bidang riset, dan omnibus law.
"Pada omnibus law salah satunya agar administrasi perpajakan menjadi lebih efisien, penalti bayar dikurangi dan lainnya. Bila dua sisi kebijakan ini dilaksanakan, saya yakin masyarakat akan merasakan dampaknya," jelas Suahasil.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memutuskan BI 7 Days Repo Rate sebesar 25 basis poin dari 5,50% menjadi 5,25%. Selain itu, suku bunga Deposit Facility furun sebesar 25 bps menjadi sebesar 4,5%, dan suku bunga Lending Facility turun sebesar 25 bps menjadi 6,%.
Perry menyatakan kebijakan ini adalah kebijakan pre-emptive untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik dan menjawab ekonomi global.
Selain penurunan suku bunga, BI juga melonggarkan kebijakan makroprudensial relaksasi guna meningkatkan kapasitas penyaluran kredit perbankan dan mendorong kredit pelaku usaha.Yang pertama adalah pengaturan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) atau RIM Syariah.
RIM Syariah disempurnakan dengan menambahkan komponen pinjaman atau pembiayaan yang diterima bank, sebagai komponen sumber pendanaan bank dalam perhitungan RIM/RIM Syariah.
Bank Indonesia juga melakukan pelonggaran Rasio Loan to Value atau Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit atau pembiayaan Properti sebesar 5%, Uang Muka untuk Kendaraan Bermotor pada kisaran 5 sampai 10%.
Tambahan keringanan rasio LTV/FTV untuk kredit atau pembiayaan properti dan Uang Muka untuk Kendaraan Bermotor yang berwawasan lingkungan juga akan diberlakukan masing-masing sebesar 5%. Ketentuan tersebut berlaku efektif mulai 2 Desember 2019.