Bisnis.com, JAKARTA — Progres pembangunan smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) telah mencapai 3,2 persen hingga akhir Agustus 2019 atau lebih tinggi dari target berdasarkan kurva s yang telah disampaikan kepada pemerintah sebesar 2,76 persen.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan capaian tersebut telah disesuaikan dengan belanja modal (capital expenditure/capex) perseroan yang meningkat menjadi US$2,7 miliar. Sebelumnya, pada Maret 2019 progres smelter telah mencapai 3,8 persen, tetapi berdasarkan capex yang masih senilai US$2,59 miliar.
Peningkatan nilai capex untuk pengerjaan smelter menjadikan besaran pembagi untuk menghitung progres fisik smelter juga semakin besar sehingga hasilnya seolah-olah terjadi penurunan capaian. Padahal, lanjut Yunus, progres smelter Freeport Indonesia yang akan memiliki kapasitas 2 juta ton konsentrat tembaga tersebut justru telah melampaui target pada Agustus 2019.
Yunus menjelaskan peningkatan capex tersebut karena adanya perubahan teknologi yang digunakan. Sebelumnya, Freeport Indonesia menggunakan Mitsubishi untuk smelter yang berlokasi di Gresik tersebut, namun belakangan berganti menjadi Outotec.
"Ini kurva s terbaru karena dulunya menggunakan Mitsubishi berubah menjadi Outotec," katanya, Senin (23/9/2019).
Saat ini, kegiatan pembangunan smelter difokuskan pada pematangan lahan yang dinilai menjadi salah satu kendala pembangunan.
Menurutnya, dengan lahan yang mengandung lumpur, perlu dilakukan pemboran untuk menghilangkan kandungan air. Kondisi ini bertujuan agar smelter yang dibangun menjadi stabil.
Juru Bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan pematangan lahan setidaknya akan rampung hingga awal tahun depan. Setelah itu, pembangunan fisik baru bisa mulai dikerjakan.
"Semoga saja [rampung sebelum 2022]," katanya.