Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menilai rendahnya harga batubara acuan (HBA) turut dipicu oleh peningkatan produksi dalam negeri di saat permintaan pasar sedang rendah.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia menilai pemerintah memang mengalami dilema terkait kuota produksi. Di satu sisi, produksi batu bara akan menekan defisit neraca perdagangan, namun di sisi lain bisa mendorong semakin lemahnya HBA.
Menurutnya, target produksi sebanyak 489,73 juta ton yang ditetapkan pada awal tahun jumlahnya sudah cukup besar. Jika bertambah, bisa berpengaruh pada harga batu bara.
"Dengan kondisi seperti ini, tidak tepat target produksi [naik]," katanya kepada Bisnis, Senin (9/9/2019).
Menurutnya, membuka pasar baru batu bara pun tidak mudah. Indonesia harus bersaing dengan Rusia yang mulai merambah pasar Asia. Sementara Vietnam, yang digadang-gadang menjadi pasar ekspor baru, kemungkinan baru meningkat kebutuhannya pada 2021 atau 2022 nanti.
Selain itu, memasok batu bara ke Malaysia dan Srilanka pun tidak mudah karena harus bersaing ketat dengan negara pengekspor lain.
Baca Juga
Hingga saat ini, China masih menjadi tujuan ekspor batu bara terbesar Indonesia yang persentasenya mencapai 25 persen, menyusul India sekitar 23 persen, dan sisanya negara Asia Timur.