Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) mengeluarkan imbauan kepada pelaku usaha perunggasan dalam menghadapi tren harga ayam yang anjlok di bawah acuan.
Selain mengeluarkan kebijakan pengurangan populasi lewat penarikan telur tetas, Ditjen PKH mengharapkan perusahaan integrator atau peternakan skala besar dapat merencanakan produksi dengan benar.
"Dengan mempertimbangkan kebutuhan pasar dan keseimbangan supply dan demand, pelaku usaha atau integrator diharapkan dapat membuat rencana produksi DOC FS [day old chick final stock] yang baik dan benar," tulis Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan I Ketut Diarmita dalam keterangan resmi, Jumat (6/9/2019).
Pelaku usaha dan integrator pun diminta untuk mengirimkan data yang benar dan transparan ke sistem pelaporan daring pada alamat situ http://bitpro.ditjenpkh.pertanian.go.id/unggas. Pasalnya, laporan tersebut bakal menjadi dasar Tim Analisis Penyediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur Konsumsi dalam menganalisis kebutuhan.
Selain mengeluarkan imbauan tersebut, Ditjen PKH juga mengharapkan para pelaku usaha pembibitan untuk menjalankan imbauan dalam edaran 095009/SE/PK.010/F/09/2019 tertanggal 2 September 2019 lalu. Dalam edaran tersebut, sebanyak 44 perusahaan pembibitan unggas diminta untuk mengurangi 10 juta telur tetas (hatchery egg/HE) berusia 19 hari dari mesin tetas setiap minggunya.
Kebijakan ini dilakukan untuk mempercepat berkurangnya produksi DOC FS dengan harapan peternak mandiri menikmati harga penjualan yang stabil sesuai Permendag No. 96 Tahun 2018.
Berlebihnya pasokan disinyalir menjadi faktor utama yang mengakibatkan harga penjualan ayam broiler siap potong (livebird) di tingkat peternak menyentuh level rendah. Selama sepekan terakhir, harga penjualan ayam di level peternak landai di kisaran Rp9.000-Rp13.000/kg. Sementara di tingkat konsumen, harga bervariasi di kisaran Rp30.0000-Rp35.000/kg.
Data Ditjen PKH memperkirakan potensi kebutuhan ayam pada 2019 mencapai 3,25 juta ton dengan rata-rata-rata per bulan sekitar 270.979 ton. Di sisi lain, potensi produksi daging ayam selama Januari-Desember diperkirakan bisa menembus 3,82 juta ton atau 319.139 ton setiap bulannya.
Data perkiraan tersebut menunjukkan adanya potensi surplus sebanyak 577.918 ton atau 17,77 persen lebih banyak dari kebutuhan. Kendati demikian, Ditjen PKH, dalam keterangan resminya mengemukakan bahwa realisasi surplus sampai Agustus 2019 hanya berada di angka 7,29 persen dari kebutuhan nasional.
"Dari surplus sebanyak 7,29 persen, sebenarnya sangat ideal untuk cadangan pangan, khususnya daging unggas secara nasional. Adapun mengenai disparitas harga yang sangat tinggi [antara harga di level peternak dan konsumen], hal ini hendaknya menjadi perhatian seluruh stakeholder untuk disikapi," sambung Ketut.