Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana memangkas habis-habisan izin investasi dalam kurun waktu September—Oktober 2019.
Pernyataan itu disampaikan oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution seusai rapat terbatas membahas antisipasi perkembangan perekonomian global di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (4/9/2019).
Dalam rapat itu, Presiden Joko Widodo mengingatkan soal kemungkinan resesi ekonomi dunia yang dapat berdampak terhadap Indonesia.
Salah satu jalan keluar atas tantangan tersebut adalah peningkatan penanaman modal asing atau investasi asing.
Namun, sebagian industri tidak melirik Indonesia sebagai tempat investasinya. Sebagai contoh, sejumlah industri dari China direlokasi ke negara seperti Thailand, Kamboja atau Vietnam dan bukan Indonesia. Dengan demikian, pemerintah ingin mencari solusi atas persoalan investasi ini.
Darmin menyatakan pemerintah memikirkan bagaimana investasi bisa meningkat lebih cepat dibandingkan dengan saat ini.
"Pemerintah akan benar-benar fokus dalam waktu yang pendek ini, 1—2 bulan ini, memangkas, betul-betul memangkas, lagi berbagai perizinan," kata Darmin.
Darmin mengatakan pemerintah akan mempertahankan izin investasi yang penting, namun akan menghilangkan izin investasi yang tidak penting. Salah satu contoh yang disebutkan Darmin adalah tidak perlunya rekomendasi atau izin untuk impor barang modal atau mesin-mesin untuk investasi.
"Termasuk izin-izin di daerah. OSS [Online Single Submission]misalnya, apa sih yang kurang efektif? Yang kurang efektif adalah OSS ini sudah linked dengan daerah namun di daerah tidak ada yang bertugas penuh mengurusi itu. Sehingga bisa terjadi berlarut-larut. Jadi ada juga persoalan-persoalan yang menyangkut perizinan yang didesentralisasikan dengan otonomi daerah, akan direview," kata Darmin.
Dalam rapat terbatas, Jokowi menyebut contoh bagaimana investor tidak memilih Indonesia sebagai negara tujuan investasinya. Pada 2 bulan lalu, ujar Jokowi, sebanyak 33 perusahaan memindahkan investasinya dari China.
"23 memilih di Vietnam. 10 lainnya perginya ke Malaysia, Thailand dan Kamboja. Enggak ada yang ke kita. Dari 33, sekali lagi, 33 perusahan di Tiongkok yang keluar, saya ulang, 23 ke Vietnam, 10 ke Kamboja, Thailand dan Malaysia. Tidak ada yang ke Indonesia. Tolong ini digarisbawahi, hati-hati, berarti kita punya persoalan yang harus kita selesaikan," kata Jokowi.
Jokowi menyebut investor memilih negara lain seperti Vietnam, bukannya Indonesia, karena hanya membutuhkan waktu 2 bulan untuk menyelesaikan proses pemindahan investasi itu. Sementara itu, proses pemindahan investasi ke Indonesia membutuhkan waktu bertahun-tahun.
"Kemudian tahun 2017, ini contoh, 2017 ada 73 perusahaan Jepang memilih relokasi, tapi relokasinya ke mana? Coba kita lihat, dari 73 perusahaan, 43 ke Vietnam, 11 ke Thailand, dan Filipina dan baru yang berikutnya 10 ke Indonesia," kata Jokowi.
Dengan demikian, Jokowi menyatakan permasalahan mengenai investasi itu berada di internal pemerintahan. Penyelesaian persoalan itu merupakan kunci supaya Indonesia dapat keluar dari perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Hal itu dapat memayungi Indonesia dari kemungkinan resesi global yang semakin besar.
"Kuncinya hanya ada di situ. Ndak ada yang lain. Kuncinya hanya ada di situ. Oleh sebab itu saya minta seluruh kementerian yang berkaitan dengan ekonomi menginventarisir regulasi-regulasi yang menghambat, aturan-aturan yang menghambat, regulasi-regulasi yang memperlambat," kata Jokowi.