Bisnis.com, JAKARTA Wacana untuk melakukan perdagangan komoditas fisik hasil laut melalui bursa memerlukan sejumlah kajian dan harmonisasi peraturan yang ada.
Direktur Pemasaran Direktorat Jenderal Peningkatan Daya Saing Kelautan dan Perikanan Machmud menyebutkan perdagangan komoditas hasil laut lewat bursa sebenarnya sudah diwacanakan sejak lama. Namun, sejauh ini belum ada keputusan final terkait hal tersebut.
“Jadi, memang perlu dipelajari dulu harmonisasi antar peraturan yang ada. Apakah mungkin pakai misalkan, komoditas berjangka? Apakah memungkinkan seperti kopi atau coklat?” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (28/8/2019).
Harmonisasi aturan ini, tutur Machmud, meliputi aturan lintas kementerian dan aturan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Salah satunya terkait dengan retribusi yang wajib didapatkan daerah dari kegiatan pelelangan ikan yang bersifat fisik.
Di samping itu, ada pula aturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang mewajibkan pendaratan dan pencatatan hasil tangkapan ikan di pelabuhan sebelum akhirnya dijual atau diekspor. Aturan ini juga sejalan dengan adanya larangan alih muat ikan di tengah laut.
“Betul, tidak mungkin terjadi transaksi di tengah laut,” ujarnya.
Sebelumnya, Jakarta Futures Exchange (JFX) dan Kliring Berjangka Indonesia (KBI) disebut tengah menjajaki perdagangan fisik komoditas hasil laut untuk ditransaksikan melalui bursa.
Direktur Utama KBI Fajar Wibhiyadi mengatakan pihaknya melihat potensi yang sangat besar bagi komoditas hasil laut asal Indonesia, terutama ikan, untuk ditransaksikan melalui bursa. Pasalnya, Indonesia termasuk ke dalam 3 besar negara penghasil ikan terbesar di dunia, di bawah China dan India.
“Kami tengah mempelajari kemungkinan tersebut. Bagaimana kalau pelelangan terjadi di tengah laut? Asal sudah terjadi jual belinya, yang sudah tahu kapasitas dan pajak royaltinya, kenapa tidak kita melakukan transaksi di tengah [laut]? Semoga bisa terjadi,” ujarnya.