Bisnis.com, JAKARTA Puncak kemarau yang berlangsung pada Agustus hingga September dinilai berdampak terhadap budi daya ikan patin.
Ketua Bidang Budidaya Patin Asosiasi Pengusaha Catfish Indonesia (APCI) Imza Hermawan mengatakan kemarau telah berdampak terhadap pembenihan ikan air tawar unggulan dalam negeri itu.
Pasalnya, ikan patin malas bereproduksi di suhu rendah. Setidaknya dalam budidaya ikan patin, suhu air perlu dijaga sekitar 26-28 derajat celsius.
"Karena semua ikan air tawar akan secara wajar lebih suka memijah pada waktu musim hujan. Kemarau kali ini cukup ekstrem" ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (26/8/2019).
Untuk mengantisipasi hal tersebut, para pembenih telah melakukan berbagai cara. Mereka menginisiasi penambahan vitamin, terutama vitamin E, penggunaan pakan protein tinggi, dan penggunaan hormon tertentu yang diizinkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) agar para induk patin tetap bertelur.
Selain memengaruhi bibit, Imza menyebut kemarau juga menyebabkan penyakit seperti parasit, jamur, dan bakteri. Pembudi daya patin pun mulai mengatur pola makan ikan dan memberi probiotik.
Imza menyatakan langkah antisipasi tersebut membuat ongkos produksi pembenihan naik. Namun, jumlahnya tidak signifikan.
Berdasarkan data APCI, produksi ikan patin nasional pada 2018 sebanyak 391.151 ton atau naik 22,25 persen dibanding 2017 sebanyak 319.966 ton.
APCI memproyeksikan produksi ikan patin tahun ini di atas 20 persen, tetapi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menginginkan agar produksi digenjot hingga sampai 40 persen.