Bisnis.com, JOHOR BARU — Upaya Indonesia memaksimalkan tingkat kunjungan wisatawan dari Malaysia masih terkendala oleh variasi objek wisata yang terbatas.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Sjahrul Firdaus Faryd mengatakan, kendati Malaysia menempati peringkat kedua penyumbang wisatawan mancanegara (wisman) terbesar di Indonesia, jumlah tersebut menurutnya masih di bawah potensi yang ada.
Pasalnya, variasi objek wisata yang ditawarkan Indonesia masih terbatas pada wisata belanja, budaya dan alam, sehingga wisman dari Negeri Jiran tidak memiliki pilihan yang banyak ketika datang ke RI.
"Objek wisata kita yang mengusung konsep taman wisata tematik (theme park) yang sifatnya spesifik dan brandedsangat terbatas, bahkan bisa dihitung jari. Coba bandingkan dengan Malaysia sendiri yang punya Legoland lalu Singapura dengan Disney Land," ujarnya, ketika ditemui Bisnis di sela-sela Familiarization Trip Astindo di Johor, Malaysia, Rabu (28/8/2019).
Sjahrul menilai, kehadiran taman wisata tematik yang bersifat spesifik dan bermerek terkenal tersebut sangat signifikan menarik minat wisman untuk hadir.
Indonesia menurutnya telah memiliki pelaku bisnis dan destinasi wisata tematik terrsebut. Namun, konsep wisata tematik tersebut belum dikemas dengan maksimal, dan bahkan kalah menarik dibandingkan dengan yang disediakan oleh Malaysia sendiri.
Di samping itu, lanjutnya Indonesia masih kekurangan destinasi wisata yang dibangun secara terintegrasi. Hal itu menurutnya, mempengaruhi durasi tinggal wisman Malaysia di Indonesia, yang rata-rata hanya mencapai 1-2 hari.
Menurutnya, apabila Indonesia berhasil meningkatkan jumlah destinasi wisata tematik dan terintegrasi, jumlah wisman dari Malaysia yang berkunjung ke RI tiap tahunnya bisa mencapai lebih dari 3 juta orang.
Adapun, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah wisman dari Malaysia pada 2018 mencapai 2,50 juta orang atau naik 17,9% dari tahun sebelumnya yang menembus 2,12 juta orang.
Sepanjang Januari-Juni 2019, jumlah wisman asal Malaysia mencapai 1,60 juta orang, naik dari periode yang sama pada 2018 dengan jumlah 1,28 juta orang.
Willy Togu M. Sihombing, pemilik biro jasa perjalan wisata Sedona Holidays Tour & Travel menambahkan, terbatasnya jenis destinasi wisata di Indonesia membatasi ruang geraknya untuk menarik wisman dari Malaysia. Di sisi lain, dia juga memandang, pemerintah Indonesia kurang memfasilitasi promosi dan misi dagang sektor wisata berkonsep business to consumer (b to c).
"Selama ini kami melalui asosiasi lebih sering berjalan sendiri untuk promosi langsung ke konsumen di Malaysia dan negara lain melalui travel agent di negara setempat, dibandingkan dengan difasilitasi oleh pemerintah," jelasnya.
Di samping itu, dia juga menilai Indonesia belum mampu memanfaatkan strategi border tourism untuk menarik minat wisman dari Malaysia. Menurutnya, Indonesia dapat memiliki keuntungan yang lebih besar dalam menarik wisman Malaysia masuk, lantaran mayoritas wilayah negara tersebut berbatasan langsung dengan Indonesia.
"Destinasi wisata kita yang ada di dekat Malaysia cukup terbatas. Alhasil wisman dari Malaysia yang datang ke daerah Indonesia di sekitar perbatasan lebih banyak didominasi misi bisnis, bukan wisata secara utuh," lanjutnya.
Pemilik agen perjalanan Wisata Bintang, Dian Dalu Akirta, Indonesia harus lebih berani mengundang investor destinasi wisata tematik selain mengembangkan lokasi wisata baru seperti yang dicanangkan pemerintah melalui program 10 Bali Baru. Hal itu, menurutnya akan berdampak besar terhadap laju pertumbuhan wisman ke Indonesia tiap tahunnya.
"Kita harus introspeksi, kenapa investor pengelola wisata seperti Disney Land tidak masuk ke Indonesia? Padahal dari segi pasar domestik, jumlah penduduk kita besar. Di sisi lain, citra kita di wisman dari banyak negara cukup bagus," jelasnya.
Dia menilai kehadiran destinasi wisata tematik bakal menjadi daya tarik yang tinggi bagi wisman dari Malaysia maupun negara lain. Pasalnya, berkaca pada kehadiran Legoland di Malaysia, minat berwisata wisatawan domestik di destinasi tersebut sangat tinggi.
"Hanya saja, kalau bisa, kita bangun theme park branded, yang konsepnya belum ada setidaknya di Asean," ujarnya.