Bisnis.com, JAKARTA – Rencana pembiayaan pemindahan ibu kota ke Provinsi Kalimantan Timur masih sangat bergantung dengan hasil pengelolaan aset di DKI Jakarta yang justru terancam sektor propertinya akan melambat.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyatakan, rencana membuka keran baru Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pengelolaan aset di DKI Jakarta masih memiliki banyak tantangan.
Tauhid menilai, pengelolaan aset yang diandalkan DKI Jakarta masih sebatas bangunan dan tanah. Kondisi pengumuman ibu kota pindah ke Kaltim menurut Tauhid malah akan memberi imbas pada penurunan ekonomi di DKI Jakarta.
“Perputaran uang juga berkurang, sehingga demand terhadap kantor atau gedung juga berkurang. Implikasinya swasta sedikit sekali yang tertarik,” jelas Tauhid kepada Bisnis.com, Senin (26/8/2019).
Dia menilai, bangunan atau gedung yang dimiliki DKI Jakarta juga mayoritas adalah gedung tua yang membutuhkan dana investasi perbaikan cukup besar. Sebagian bangunan yang masih baru berlokasi di Jakarta Selatan, tetapi jumlah gedung pemerintahan yang bisa disewakan dalam bentuk Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) sangat sedikit.
“Proses kerja sama KPBU ini juga harus melalui lelang. Ini akan panjang dan belum tentu menarik, karena implikasi harga penawarannya pasti rendah,” ungkap Tauhid.
Dengan mengantongi dana revitalisasi DKI Jakarta sebesar Rp571 triliun dalam 10 tahun mendatang, Tauhid mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam pengelolaan aset. Utamanya adalam mencari dana dari pihak swasta.
“Swasta akan tertarik untuk bangun rumah dan fasilitas lain di Kaltim yang jelas untungnya, dan dibayar melalui gaji pegawai PNS,” ungkapnya.