Bisnis.com, JAKARTA Mutu jagung produksi lokal masih kalah bersaing dengan bahan baku impor untuk menunjang industri pati jagung di dalam negeri.
Sales and Marketing Director Tereos FKS Maya Devi mengatakan pihaknya masih bergantung pada suplai jagung impor sebagai bahan baku produknya. “Untuk industri kita butuh jagung spesifikasi tertentu. Aflatoksin harus sangat rendah di bawah 20 part per billion. [Pasalnya], apa yang kita gunakan dari jagung, kualitasnya akan terbawa sampai ke produk akhir,” katanya, Kamis (22/8/2019).
Dia mengungkapkan sebenarnya saat ini sudah ada jagung produksi dalam negeri yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Namun, jumlahnya masih sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan perusahaan yang mencapai 1.300 ton per hari.
Padahal, industri membutuhkan kepastian dan keberlanjutan bahan baku. Kendati demikian, menurutnya, tidak tertutup kemungkinan akan memanfaatkan produksi dalam negeri jika standar kualitas ini telah terpenuhi dalam skala besar.
Menurutnya, saat ini memang telah ada kerja sama antara Kementerian Pertanian dan sebuah perusahaan untuk mengembangkan pengering jagung di Lombok. Dengan demikian, penetrasi aflatoksin-nya bisa ditekan menjadi 5 ppb.
Namun, produksinya saat ini baru sebatas 40 ton per hari dan rencananya akan dikembangkan menjadi 200 ton per hari pada tahun depan.
Sementara itu, kalangan akademisi meminta pemerintah untuk memberikan perhatian lebih terhadap pengembangan produktivitas jagung untuk kebutuhan pangan. Saat ini, hampir 70 persen produksi jagung Indonesia dialokasikan untuk kebutuhan pakan ternak.
Padahal, kendati konsumsi jagung secara langsung untuk kebutuhan pangan memang cenderung menurun, kebutuhan komoditas tersebut sebagai bahan baku industri, khususnya industri perantara masih cukup besar.
“Melihat permintaan jagung pangan yang demikian besar, alangkah baiknya jika di tingkat hulu produksinya juga diarahkan kepada jalur pangan,” kata Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Lampung (Unila) Bustanul Arifin.