Bisnis.com, JAKARTA – Cargill Feed and Nutrition menyatakan komitmennya untuk menggunakan bahan baku lokal dalam produksi pakan ternak ayam di tengah fluktuasi pasokan jagung dalam negeri. Jagung sendiri merupakan salah satu komponen utama pakan dengan komposisi 40-50 persen.
“Kami berkomitmen menggunakan bahan baku lokal, terutama bahan baku mentah. Untuk jagung sendiri pasokan pabrik 100 persen dari petani lokal,” kata Country Director PT Cargill Indonesia Ivan Hindarko di Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Ivan tak memperinci berapa realisasi volume serapan jagung pabrik milik perusahaan. Namun kapasitas terpasang tujuh pabrik Cargill yang berada lima provinsi sendiri ia sebut mencapai 700.000 ton setiap tahunnya dengan realisasi di atas 60 persen.
Sementara itu sepanjang semester I, Ivan menjelaskan produksi pakan telah mencapai 250.000 ton, naik sekitar 6 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Komitmen untuk menyerap bahan baku lokal ini sendiri, sambung Ivan, juga dilakukan untuk menjaga keberlangsungan bisnis. Ia mengatakan impor bahan baku memiliki risiko yang lebih besar lantaran transaksi menggunakan mata uang asing.
“Semaksimal mungkin kami gunakan bahan baku lokal. Itu yang selalu kami pegang. Karena begini, menggunakan bahan baku impor itu kurang baik dari segi bisnis karena transaksi dilakukan dengan mata uang asing. Di situ ada risiko pada nilai tukar,” tuturnya.
Senada dengan Ivan, Manajer Pengembangan Bisnis Cargill Indonesia Adi Widyatmoko mengungkapkan penggunaan bahan baku lokal pun cenderung memiliki dampak positif pada kualitas produksi ternak. Untuk bahan baku, Cargill Indonesia sejauh ini mengimpor bungkil kedelai untuk memenuhi kebutuhan protein pada pakan.
“Kedelai memang 100 persen impor dan banyak diproduksi di negara subtropis seperti Brasil dan Argentina. Di Indonesia sendiri pasokannya kurang, kalau ada kami pasti memilih yang lokal. Begitu pula jagung, sejak dilarang pemerintah semuanya menggunakan jagung lokal,” kata Adi.
Adi pun memastikan Cargill Indonesia tak melakukan impor gandum untuk memenuhi kebutuhan pakan. Sebagaimana dilaporkan sebelumnya, Badan Pusat Statistik mencatat terdapat kenaikan impor tepung terigu sepanjang semester I 2019 dari dari 31.905 ton pada semester I 2018 menjadi 36.467 ton.
Kenaikan permintaan dari pabrik pakan sempat dituding sebagai pemicu lonjakan ini meski Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) telah menyangkal tuduhan tersebut.